Toyota Hadapi Skandal Sertifikasi di Jepang Ada Yaris Cross dan Sienta di Daftarnya. Indonesia Terdampak?
Budi · 7 Jun, 2024 16:35
0
0
Beberapa hari lalu, Toyota memutuskan untuk menghentikan penjualan tiga model mobilnya di Jepang karena hasil pengujian yang dianggap tak memenuhi standar pemerintah. Model yang terkena dampak ini adalah Toyota Corolla Fielder yang hanya dipasarkan di Jepang, Corolla Axio, serta Toyota Yaris Cross.
Model Yaris Cross yang dimaksud itu adalah model dengan platform TNGA-B yang dikembangkan Toyota untuk dijual di Jepang dan Eropa. Meski namanya sama, namun ini bukanlah Yaris Cross yang dikembangkan Daihatsu untuk dijual di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya saat ini.
Selain ketiga model tersebut ada empat model lainnya yang saat ini sudah tidak diproduksi, yaitu Toyota Crown, Isis dan Sienta generasi sebelumnya, serta Lexus RX. Pada ketujuh model tersebut diindikasikan memiliki masalah dengan proses sertifikasinya, setidaknya dalam enam rangkaian pengujian yang dilakukan oleh Toyota.
Meski begitu, pihak Toyota Indonesia memastikan bahwa skandal sertifikasi pengujian yang dilakukan di Jepang ini tak berpengaruh dengan produk yang ada di Indonesia. Bahkan Toyota tetap memberikan jaminan keselamatan, kualitas dan emisi yang layak bagi semua produknya, baik di pasar Indonesia maupun global.
Penghentian penjualan sementara ini dilakukan setelah audit internal yang diminta oleh Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLIT) Jepang pada 26 Januari lalu, menyusul masalah terkait penyimpangan prosedural dalam sertifikasi kendaraan di Daihatsu yang terjadi tahun lalu.
"Kami memproduksi dan menjual tanpa melalui proses sertifikasi yang benar," ujar Akio Toyoda, Chairman Toyota Motor Corporation. "Saya benar-benar minta maaf," tambahnya.
Namun, situasi yang terjadi di Toyota sebenarnya sangat berbeda jika dibandingkan kasus yang mengguncang Daihatsu. Toyota mendapatkan teguran karena beberapa data hasil pengujian yang dilaporkan dilakukan dengan menggunakan standar yang justru lebih tinggi dari aturan yang berlaku.
Sebagai contoh, dalam pengujian Toyota Crown dan Sienta terhadap kebocoran bahan bakar jika terjadi tabrakan dari belakang, Toyota menggunakan troli berbobot 1.800 kg, yang jauh lebih berat dibandingkan aturan MLIT yang mengatakan bahwa hanya troli berbobot 1.100 kg yang boleh digunakan.
Contoh lainnya, dalam pengujian tabrakan pejalan kaki bagi Corolla Fielder dan Corolla Axio, Toyota menggunakan sudut benturan 65 derajat yang beresiko menghasilkan dampak lebih parah – sesuai standar yang digunakan oleh JNCAP – sementara regulasi Jepang hanya mensyaratkan sudut 50 derajat.
Meskipun mobil-mobil Toyota yang diuji secara teknis dapat melampaui standar yang disyaratkan, masih ada masalah dengan kepatuhan terhadap regulasi yang ada, karena secara hukum, prosedur pengujian tidak dilakukan sesuai dengan peraturan.
Selain itu, juga masih ada pengujian yang tak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Pengujian untuk uji tabrak pejalan kaki pada Crown, Corolla, dan Sienta tahun 2015 misalnya, data yang dilaporkan menggunakan data yang sama untuk uji tabrak bagian kiri dan kanan, serta sebaliknya, tanpa melakukan pengujian ulang.
Prosedur berbeda juga terjadi pada pengujian untuk mengukur kekuatan kursi belakang saat terjadi tabrakan pada bagian bagasi saat proses pengembangan Toyota Yaris Cross. Toyota menyerahkan data uji yang dilakukan dengan menggunakan blok berbobot 18 kg x 2 yang merupakan aturan lama. Regulasi baru ternyata memiliki desain blok tunggal yang lebih mudah bergerak.
Terdapat pula masalah saat memverifikasi output mesin Lexus RX generasi sebelumnya saat pengujian dilakukan pada tahun 2015. Dalam pengujian ini, ternyata target tenaga yang ingin dicapai tidak tercapai. Ketika hal ini terjadi, pengujian seharusnya dihentikan untuk mengetahui penyebabnya dan memutuskan tindakan selanjutnya.
Tapi yang terjadi, para teknisi Toyota kemudian memanipulasi unit kontrol mesin untuk memperoleh tenaga yang ditargetkan dan data itu digunakan untuk sertifikasi. Jadi, meskipun mesin akhirnya memenuhi output yang diinginkan, langkah-langkah yang diambil untuk memperoleh data yang diserahkan adalah sebuah kesalahan prosedur.
Perbedaan prosedur pengujian yang dilakukan Toyota memang tak berdampak pada kualitas produk yang diproduksi dan dijual oleh Toyota, Karena alasan-alasan inilah pihak regulator di Jepang mengatakan bahwa Toyota tidak perlu melakukan penarikan kembali alias recall, tetapi Toyota tetap perlu melakukan pengujian ulang sesuai dengan regulasi, terutama untuk 3 model yang masih dijual di Jepang.
Untuk memenuhi standar yang disyaratkan MLIT dan juga JNCAP, setidaknya setiap pabrikan harus melakukan dua kali uji tabrak. Berdasarkan penjelasan dari Customer First Promotion Group Chief Officer Shinji Miyamoto, dalam skala yang terlibat dalam sertifikasi yang dilakukan pada enam temuan terkini, mereka juga telah mensertifikasi sekitar 50 model per tahun dan menyerahkan sekitar 7.000 laporan dalam 10 tahun terakhir.
Saat ini Toyota memang baru mengumumkan enam pengujian yang ditemukan tak sesuai dengan regulasi, dan saat ini mereka masih belum memiliki jumlah total hasil pengujian yang telah dilakukan selama 10 tahun terakhir, meski telah meninjau puluhan ribu hasil pengujian.
Produk Toyota di Indonesia Tak Terdampak
Terkait dengan masalah sertifikasi produknya di Jepang ini, Kamis (6/6) lalu, Toyota Indonesia memastikan bahwa hal ini tak memiliki dampak pada produk-produk yang ada di Indonesia.
"Masalah di Jepang itu sama sekali tidak terkait dengan unsur safety, quality, maupun emisi dari kendaraan-kendaraan Toyota. Masalah itu lebih terkait pada prosedur formal sertifikasi yang berlaku di Jepang," tutur Henry Tanoto, Wakil Presiden PT Toyota Astra Motor (TAM).
Sementara pihak PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang memproduksi mobil-mobil Toyota di Indonesia menyatakan bahwa dari tujuh produk yang terindikasi menyalahi prosedur sertifikasi di Jepang, ada tiga yang secara tidak langsung terkait dengan produk di Indonesia.
“Toyota Crown yang terdampak adalah buatan tahun 2014 yang tidak dipasarkan di Indonesia. Toyota Sienta yang terdampak juga produksi tahun 2015, sementara Sienta baru diproduksi di Indonesia tahun 2016 dan, Yaris Cross yang dijual di Jepang berbeda dengan Yaris Cross yang ada di Indonesia,” ujar Presiden Direktur TMMIN Nandi Julyanto di tempat yang sama.
Lebih lanjut, Nandi menambahkan bahwa semua produk Toyota yang diproduksi di Indonesia juga telah memenuhi aspek regulasi baik di tingkat nasional maupun sesuai kebutuhan global. “Jika produk tersebut merupakan produk ekspor misalnya, maka kami akan bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan uji sertifikasi yang tidak dapat dilakukan di Indonesia,” tutur Nandi.
Sebagai contoh, produk yang diekspor ke Australia yang mensyaratkan standar emisi Euro6, maka pihak TMMIN akan bekerja sama dengan pihak ketiga yang dapat melakukan pengujian tersebut. “Untuk ekspor ke Meksiko misalnya, kami melakukan pengujian dengan pihak ketiga di Belgia,” pungkasnya.
Skandal pengujian yang tak sesuai dengan prosedur di Jepang ini tak hanya menimpa Toyota, namun Honda Motor Co, Mazda Motor Corp, Suzuki Motor Corp dan Yamaha Motor Co. juga terlibat dalam kasus serupa.
Berpengalaman sebagai jurnalis otomotif sejak lebih dari 15 tahun, Ia telah mencicipi berada di beberapa sisi industri, PR, agency dan media, baik cetak maupun online. Kegemarannya berkendara membawa Ia mencoba berbagai jenis mobil, mulai single seater di lintasan sirkuit hingga off-road di lintasan salju bersuhu -15 derajat Celsius.
Facebook: budityas
Instagram: budityasbebe