Subsidi Bakal Bikin Harga Motor Listrik Buatan India Semakin Murah, Indonesia Bagaimana?
Sancez · 16 Jun, 2021 08:00
0
0
Lewat skema FAME II (Faster Adoption and Manufacturing of Electric Vehicles in India), pemerintah India mencoba untuk mengebut industri kendaraan listrik mereka, tak terkecuali motor listrik. Kementerian Industri Berat India mengeluarkan amandemen dari subsidi tarif di motor elektrik.
Kebijakan ini berlaku untuk pengurangan harga per kWh dari daya motor tersebut. Bahkan angka subsidinya terbilang besar. Dari sebelumnya Rs (India Rupee) 10.000 (Rp 1,9 juta) per kWh menjadi Rs 15.000 (Rp 2,9 juta) per kWh.
Seperti disebutkan sebelumnya, India mengamandemen peraturan ini karena tengah menyiapkan diri sebagai negara pusat industri kendaraan elektrik pada 2030. Sehingga sektor yang dianggap potensial untuk mendongkrak pasar dilakukan.
Dengan hadirnya subsidi besar-besaran tersebut, ditengarai ongkos produksi dan harga jual motor listrik akan berkurang hingga 40 persen. Subsidi tersebut juga berpotensi untuk menghasilkan produksi dalam skala besar.
Tidak Semua Motor Listrik Menikmati Subsidi
Selain harus motor dari brand dan produksi India, ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi motor listrik tersebut agar mendapat subsidi potongan harga tadi.
Bahkan dari data yang dirilis Crisil, ada 95 % skuter elektrik di India belum menikmati subsidi tersebut. Karena secara performa, pemerintah India menargetkan subsidi di motor-motor listrik dengan kemampuan yang tak jauh berbeda dari skuter berbahan bakar bensin.
Diantaranya motor listrik tersebut harus memiliki performa daya jelajah sejauh 80 km untuk sekali pengecasan. Sementara motor juga harus memiliki top speed minimum 40 km/jam agar lolos persyaratan ini. Sehingga untuk motor listrik kategori skuter harus bertenaga lebih dari 250 watt.
Meski dengan persyaratan tersebut, nyatanya angka subsidi yang terbilang besar juga menggiurkan bagi pelaku industri motor listrik di India. Seperti dikemukakan oleh Tarun Mehta, CEO dan Co-Founder Ather Energy sebagai produsen motor listrik Ather.
Menurutnya revisi angka subsidi hingga 50 % lebih banyak adalah gerakan yang fenomenal. "Penjualan motor listrik mulai meningkat saat pandemi. Kami mengharapkan adanya pergeseran pasar dan akan membukukan penjualan hingga 6 juta unit di 2025," katanya.
Target tersebut dirasa tak berlebihan, karena lewat pengumuman resminya, Ather Energy bahkan sudah menghitung adanya pengurangan harga pada motor listrik mereka, Ather 450X hingga Rs 14.500 (Rp 2,8 juta) dari sebelumnya Rs 127.000 (Rp 24,7 juta).
Lantas Sudarshan Venu, Joint Managing Director of TVS Motor Company juga menyatakan dukungannya. “Kami menyambut baik dukungan berkelanjutan dari pemerintah untuk EV. Solusi mobilitas berkelanjutan sangat penting untuk masa depan dan TVS berinvestasi secara signifikan," katanya.
TVS sendiri di India sudah menghadirkan skuter listrik mereka yang berjuluk iQube. Produk tersebut sudah diekspor juga ke Indonesia, meski belum dijual secara resmi. Namun di India, banderol skuter tersebut mencapai Rs 115.000 atau Rp 22 jutaan.
Dukungan juga hadir dari Naveen Munjal, Managing Director Hero Electric. Menurutnya kenaikan subsidi ini akan jadi titik penentu bagi konsumen untuk mengubah pilihan dari motor bensin ke listrik.
"Ini merupakan kebijakan pengubah keadaan. Apalagi saat ini harga bensin sudah mencapai Rs 100 per liter (Rp 19 ribu)," ucapnya.
Sementara bagi pemain baru di industri motor listrik juga mengaku makin termotivasi untuk mengembangkan produk barunya.
Seperti Simple Energy yang menyampaikan jika subsidi ini akan mempercepat perkembangan model baru yang lebih terjangkau. Bahkan langsung berpotensi memangkas harga produk barunya.
"Harga kami juga akan terjangkau, karena pengumuman subsidi ini datang tepat sebelum peluncuran produk unggulan kami (Simple Energy Mark 2) pada 15 Agustus nanti," urai Suhas Rajkumar, CEO Simple Energy.
Bagaimana Kondisi Di Indonesia?
Secara regulasi pemerintah, kondisi di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dari India. Di mana program percepatan elektrifikasi kendaraan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019.
Perpres tersebut yang jadi payung hukum kendaraan listrik di Indonesia dengan berbagai turunannya. Termasuk Peta Jalan (Road Map) yang telah disusun Kemenhub tahun ini. Diprediksi pada tahun 2025 ada 1,76 juta unit motor listrik yang diproduksi di Indonesia.
Target tersebut hadir lewat adanya pengurangan pajak motor listrik lewat PP Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur besaran pajak kendaraan dari emisi gas buang, bukan volume mesin.
Selain itu, pemerintah juga telah memberikan kemudahan (insentif fiskal) berupa potongan biaya uji tipe motor. Tarif uji tipe motor listrik akan lebih murah dibandingkan dengan motor bermesin bensin, yang masih terdapat item biaya uji emisi gas buang. Di mana biaya uji kendaraan BBM mencapai Rp 9,5 juta. Sedangkan untuk motor listrik hanya Rp 4,5 juta.
Bukan hanya dari sisi insentif, dukungan dari stakeholder terkait infrastuktur untuk kebutuhan motor listrik sebagai kebutuhan massal di Indonesia juga diperhatikan.
Terutama mengenai jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) hingga SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) yang saat ini dirasa sangat kurang. Untuk itu diharapkan, semakin banyak pihak, baik BUMN atau swasta, yang membangun fasilitas tersebut.
Selain itu, bagi pengguna motor listrik dari kawasan penglaju, Kementerian Perhubungan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan PLN untuk menyediakan tempat pengisian (charging) di simpul-simpul transportasi yaitu di stasiun kereta api di Jakarta.
Melalui dukungan tersebut, sudah cukup banyak produsen motor listrik yang menyiapkan produknya di segmen skuter, seperti Gesits, Viar, United, Niu, Selis hingga Honda lewat PCX Electric.
Memang secara penetrasi pasar belum sebesar motor bermesin bensin yang saat ini masih jadi idola. Karena perbandingan harga dan performa belum dianggap setara. Tapi hal tersebut bisa saja berubah ke depannya, jika secara nilai, motor listrik memiliki lebih banyak benefit dari motor konvensional.