Ford Dan BMW Investasi Baterai Motor Listrik Hingga Rp 1,8 Triliun, Ada Peluang Indonesia?
Sancez · 10 Jun, 2021 10:31
0
0
Di tengah era pengembangan kendaraan elektrik seperti motor listrik, kolaborasi adalah kunci untuk melakukan sederet penghematan. Bukan hanya penghematan dari sisi biaya pengembangan peranti pendukung kendaraan listrik, tapi juga pemangkasan waktu development tersebut.
Hal ini yang disadari oleh dua pabrikan terkemuka, Ford dan BMW yang berkolaborasi menyiapkan teknologi baterai solid yang nantinya bisa diaplikasikan untuk sepeda motor.
Untuk kolaborasi ini, keduanya berinvestasi hingga USD 130 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun! Angka yang terlihat besar, tapi Ford dan BMW mengakui jika biaya tersebut akan lebih murah dibandingkan mengembangkannya secara mandiri.
Keduanya menyuntik dana pengembangan tersebut pada perusahaan startup Solid Power asal Colorado, Amerika Serikat untuk menghasilkan baterai solid untuk produk-produk mereka di 2030.
Untuk teknologinya, baterai dari Solid Power ini memakai sel berbasis sulfida yang dapat menghasilkan energi hingga 50 persen lebih besar dari jenis lithium ion yang kini tengah marak digunakan pada mobil dan motor berpenggerak listrik.
Menariknya lagi, ongkos produksi baterai jenis ini ditengarai bakal memangkas sekitar 40 persen lebih murah dari baterai lithium ion. Bukan hanya itu, dengan elektrolit yang solid membuat baterai tersebut aman dari potensi kebakaran.
Rencananya Solid Power mulai mengembangkan baterai tersebut di tahun 2022. Kemudian masuk tahap pengujian di tahun 2025, lalu baru mulai masuk tahap produksi massal dan pengaplikasian di kendaraan pada 2030.
Baterai berukuran kompak dengan kapasitas 100 Ah tersebut nantinya akan dipakai pada mobil, motor dan skuter listrik mereka. Namun kebanyakan akan digunakan pada motor listrik, terutama dari brand BMW Motorrad. Hal tersebut karena ukurannya yang dirasa pas dengan desain sepeda motor yang ramping.
Maklum saja, saat ini bobot motor-motor listrik masih terbilang berat ketimbang versi mesin bensin konvensional. Semisal motor Energica Ego yang bertenaga 145 PS, memiliki bobot sekitar 272 kg. Padahal dengan tenaga yang sama, Yamaha R6 hanya berbobot 189 kg saja.
Kolaborasi antara Ford asal Amerika Serikat dengan BMW dari Jerman dalam pengembangan baterai kendaraan listrik bersama Solid Power ini terbilang menarik. Karena hadir setelah banyaknya paten teknologi dan konsorsium soal baterai listrik yang sebelumnya lebih dulu hadir dari kawasan Asia.
Diantaranya teknologi baterai tukar pakai atau swappable oleh produsen motor listrik, Gogoro. Pengembangan baterai yang berdesain kompak dan mudah dibawa-bawa ini sudah dilakukan sejak tahun 2018 silam.
Teknologi asal pabrikan motor Taiwan tersebut akhirnya juga digandeng oleh merek-merek motor listrik lainnya sebagai bagian konsorsium. Mulai dari China Motor Corporation (CMC) dan Hero MotoCorp asal India di awal pengembangan.
Lalu menyusul merek Dachangjiang Group (DCJ) dan Yadea yang juga berasal dari Cina. Seluruh pabrikan tersebut memakai teknologi sistem sharing baterai yang sama dengan kepunyaan Gogoro.
Jaringan dari konsorsium Gogoro tersebut terbilang masif. Per Mei 2021, ada sekitar 390.000 unit motor listrik dengan dukungan 2.100 stasiun penggantian baterai yang tersebar di beberapa negara. Gogoro mengestimasi transaksi pergantian baterai mencapai 270.000 tiap hari dengan total pengerjaan tersebut 185 juta kali sejak awal hadir tiga tahun lalu.
Selain Gogoro, yang jadi lawan berat adalah konsorsium empat raksasa motor Jepang, yakni Honda, Suzuki, Yamaha dan Kawasaki. Keempatnya sudah menyepakati adanya kerja sama mereka untuk membuat baterai motor listrik bersistem tukar pakai.
Baterai dengan desain kompak tersebut nantinya bisa diganti-ganti, tanpa memandang merek motornya. Cara kerjanya mirip pada baterai berstandar AA atau AAA pada peranti elektronik, seperti remote televisi atau lainnya.
Ini karena keempat pabrikan tersebut menyepakati persamaan struktur bentuk, bobot, ukuran dan kapasitas akan baterai yang mereka gunakan. Selain itu, ketahanan dan fitur keamanannya juga distandarkan. Sehingga nantinya akan memungkinkan jika pemilik motor listrik Suzuki ingin mengganti baterai dari merek Honda, tanpa mengubah apa pun.
Keunggulan lainnya, adalah populasi motor listrik tersebut akan makin cepat terbangun karena dukungan banyak merek. Apalagi di Jepang sudah santer terdengar jika ditahun 2030, pabrikan otomotif di sana akan menyetop produksi dari kendaraan bermesin bensin konvensional. Sedangkan penghentian produksi motor bermesin bensin akan menyusul di 2035.
Beberapa teknologi yang siap dipakai oleh diantaranya sistem swappable baterai dari Honda yang sudah diaplikasikan pada skuter PCX Electric. Honda juga dikabarkan tengah menyiapkan sistem pengisian baterai berjuluk Honda Home Charging System.
Melalui sistem tersebut, kemungkinan pengguna motor listrik, khususnya pemilik baterai swappable dari Honda dapat mengecas di mana saja karena bentuknya yang portable.
Peluang Di Indonesia
Pabrikan otomotif memang tengah berlomba mengembangkan kendaraan-kendaraan berpenggerak listrik. Tak terkecuali motor listrik, berikut komponen pendukung utamanya, yaitu baterai.
Potensi dari kolaborasi Ford dan BMW tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh industri di Indonesia, yang dapat berperan sebagai pemasok bahan baku. Ini karena Indonesia merupakan salah satu pemilik cadangan nikel terbanyak di dunia sebagai bahan baku baterai kendaraan elektrik.
Bahkan dalam pengembangan kendaraan listrik di Indonesia dikeluarkan regulasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik.
Lewat peraturan tersebut diprediksi akan ada 25 persen atau setara 400 ribu kendaraan listrik dari seluruh populasi kendaraan bermotor di Indonesia pada 2025. Bukan insentif yang diberikan sebagai konsumen lewat sederet potongan pajak. Peraturan tersebut juga menawarkan insentif pada tiap pabrikan kendaraan listrik yang membuat produk mereka di Indonesia.