Keputusan pemerintah untuk merubah peraturan Pajak Pembelian atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap mobil berkapasitas 2.500 cc dengan TKDN mencapai 70% tentu akan mendapat sambutan baik. Namun yang mengejutkan, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan berencana menaikan PPnBM mobil berteknologi elektrikfikasi. Dengan harga yang akan meningkat, tentu saat ini jadi waktu yang tepat untuk membeli mobil hybrid.
Baca juga: Deretan Mobil Listrik dan Hybrid yang Bakal Meluncur 2021, Ada Toyota Kijang Innova Hybrid?
Menteri Keuangan RI telah membahas bersama dengan Komisi XI DPR RI, perihal revisi pajak mobil listrik yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 73 tahun 2019. Ubahan skema pajak ini memiliki pertimbangan agar ada perbedaan selisih insentif yang lebih besar antara mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) dan mobil hybrid yang sebagian masih menggunakan bahan bakar.
Dalam usulan perubahan PP 73 tahun 2019, terdapat dua skema yang diusulkan. Untuk skema pertama adalah tarif PPnBM untuk BEV tidak mengalami perubahan sehingga tetap sebesar 0 persen. Sedangkan pada kendaraan jenis PHEV (Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang akan diusulkan mengalami kenaikan menjadi 5 persen dari sebelumnya sebesar nol persen.
Selain usulan perubahan pada tarif PPnBM untuk kendaraan jenis PHEV, Sri Mulyani juga berkeinginan merevisi Pajak Pembelian atas Barang Mewah (PPnBM) pada kendaraan elektrifikasi jenis full hybrid. Jika mengacu pada pasal 26, mobil jenis full hybrid terkena PPnBM sebesar 6 persen, sedangkan pada pasal 27 dan 28 menjadi 7 persen dan 8 persen.
Pada skema kedua dalam usulan perubahan tariff PPnBM meliputi, PPnBM untuk BEV tetap nol persen. Peningkatan tarif PPnBM diberikan untuk mobil jenis PHEV sebesar 8 persen. Sementara tariff PPnBM mobil full hybrid full hybrid (pasal 26) sebesar 10 persen, pasal 27 sebesar 11 persen, dan pasal 28 sebesar 12 persen. Tetapi pada skema kedua juga terdapat usulan revisi pada kendaraan jenis mild hybrid, yakni sebesar 12 persen hingga 14 persen.
Revisi tarif PPnBM | |
---|---|
Jenis kendaraan berteknologi elektrikfikasi | Tarif PPnBM |
Battery-powered electric vehicles (BEV) | 0% (unchanged) |
Plug-in hybrid vehicles | 5% - 8% (up from 0%) |
Full dan mild hybrid vehicles | 6% - 14% (up from 2% - 12%) |
Namun perubahan dari skema 1 ke skema 2 akan dilakukan sesuai kondisi industri otomotif di Tanah Air. Jika dalam dua tahun mengalami peningkatan realisasi investasi secara signifikan sebesar Rp5 trillun pada industri mobil BEV, maka skema ini akan berjalan.
Dengan usulan perubahan tarif PPnBM pada kendaraan berteknologi elektrikfikasi, tentu saja harga mobil jenis PHEV dan Hybrid akan mengalami peningkatan yang cukup besar. Sebagai contoh, harga Mitsubishi Outlander PHEV yang saat ini berada di angka Rp1,312 Milyar akan mengalami peningkatan. Jumlah peningkatan dengan PPnBM 5 persen sebesar (DP PKB x PPnBM) atau Rp719 juta x 5 % menjadi Rp39.950.000 sehingga Rp1.354.950.000. Peningkatan harga Mitsubishi Outlander PHEV masih akan terjadi sesuai skema kedua sebesar 8 persen.
Kemudian kita coba hitung Toyota Corolla Cross Hybrid yang didaulat menjadi mobil hybrid terlaris sepanjang 2020 (data Gaikindo) dengan wholesales mencapai 625 unit.
Mobil ini dibanderol dengan harga Rp510.580.000. Dengan kenaikan tarif PPnBM sebesar 6 persen sesuai skema pertama maka ((DP PKB x PPnBM) atau Rp395 juta x 6 persen = Rp23,7 juta sehingga harga akan meingkat menjadi Rp510,580 juta + Rp23,7 menjadi Rp534.280.000.
Selain Mitsubishi Outlander PHEV dan Toyota Corolla Cross Hybrid yang akan mengalami peningkatan harga, tentu saja sederet mobil dengan teknologi elektrifikasi jenis PHEV dan hybrid juga meroket harganya.
Tentu tujuan utama dalam meningkatkan tarif PPnBM pada kendaraan berteknologi elektrifikasi jenis Hybrid dan PHEV untuk mendorong pengembangan sektor industri kendaraan bermotor berbasis listrik.
Terlebih pemerintah juga ingin menarik minat investor mobil berteknologi elektrifikasi karena posisi Indonesia sebagai produsen terbesar Nikel. Dengan begini, diharapkan semakin menggerakkan industri otomotif dalam negeri sehingga Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam lingkaran industri ini.
Perubahan tersebut telah didasarkan pada sidang kabinet bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Menteri Perindustrian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
2021 Suzuki ERTIGA GL 1.5
5.727 km
1,5 tahun
Jakarta
2019 Toyota CALYA G 1.2
16.171 km
4 tahun
Jawa Barat
2020 Honda BRIO RS 1.2
18.587 km
3 tahun
Jakarta
2018 Suzuki ERTIGA GX 1.4
17.724 km
5,5 tahun
Jakarta
2019 Toyota CALYA G 1.2
12.488 km
3,5 tahun
Jakarta