Gelombang ekspansi mobil listrik China di seluruh dunia memang seakan tak terbendung, bahkan kondisi tersebut juga dirasakan di Indonesia.
Sejak dua tahun belakangan, banyak sekali brand mobil listrik China yang singgah ke Tanah Air.
Jika awalnya ada Wuling, maka kemudian disusul DFSK, MG, lantas ada Chery, Haval, GAC, sampai raksasa otomotif Tiongkok, BYD, pun sudah menancapkan kukunya di dalam negeri.
Belum lagi rencana akan hadirnya beberapa brand baru seperti Zeekr, Jetour, Geely, serta Xpeng yang juga sudah meneropong prospek bisnis di Nusantara.
Tentunya sebagai konsumen, kita bisa diuntungkan karena sekarang makin banyak pilihan mobil baru yang bisa dibeli.
Terlebih lagi para produsen Tiongkok ini umumnya menawarkan produk dengan kemasan desain yang menarik, fiturnya berlimpah, teknologi elektrifikasinya patut diacungi jempol, namun dipadu harga yang lebih rendah dibanding banderol mobil listrik dari pabrikan Korea, Jepang, apalagi Eropa.
Meski begitu, rupanya gelombang ekspansi pabrikan Negeri Tirai Bambu itu bikin gerah pemerintah di Uni Eropa (UE).
Beberapa negara di Benua Biru sudah sepakat untuk merevisi tarif impor untuk setiap mobil listrik China yang masuk ke Eropa.
Rencananya bea masuk itu akan dinaikkan hingga 38% terhadap seluruh kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle) dari Tiongkok yang masuk ke Eropa.
Tarif baru ini akan mulai diberlakukan Juli 2024 dan pihak Beijing serta pemerintahan China sudah diinformasikan mengenai kebijakan baru tersebut.
Langkah dari Uni Eropa ini diumumkan setelah pihak Washington DC sebagai pusat pemerintahan Amerika Serikat (AS) juga telah mengumumkan rencana melipatgandakan tarif bea masuk untuk impor kendaraan dari Tiongkok yang besarnya mencapai 100% dari pajak semula.
Baca juga: Daftar Mobil Baru di GIIAS 2024, Banyak Mobil China Diluncurkan
Pihak Uni Eropa menilai, apa yang mereka lakukan tersebut adalah hasil dari penyelidikan selama sembilan bulan terhadap adanya dugaan subsidi yang tidak adil untuk sejumlah merek BEV China, termasuk diantaranya BYD, Geely dan SAIC.
"Temuan sementara dari investigasi UE menunjukkan bahwa seluruh rantai nilai BEV mendapat banyak manfaat dari subsidi yang tidak adil di Tiongkok. Oleh karena itu masuknya impor Tiongkok yang disubsidi dengan harga yang sangat rendah bisa menjadi ancaman yang jelas dapat meerugikan industri UE," kata Margaritis Schinas, Wakil Presiden Uni Eropa, dikutip dari media setempat, Jumat (14/06/2024).
Keputusan ini pun kabarnya sudah disetujui oleh pihak World Trade Organization (WTO), dan pihak Tiongkok diberi waktu selama empat pekan untuk menanggapi keputusan Uni Eropa atas impor mobil listrik China tersebut.
Saat ini impor mobil dari Tiongkok ke Eropa sudah dikenai tarif masuk sekitar 10 persen, tapi dengan adanya peraturan baru itu, pajak impor tersebut akan menjadi 48%.
Meski demikian, kebijakan ini akan diterapkan berbeda-beda besarannya, tergantung dari pabrikan mana yang sudah menjalin kerjasama dengan pemerintah setempat.
Misalnya untuk SAIC yang menjual mobil listrik dengan merek MG akan dikenakan tarif impor tertinggi, kemudian Geely yang juga memasarkan mobil listrik Volvo, bakal kena pajak impor 20%, lantaran kedua perusahaan ini tidak memiliki pabrik produksi di Uni Eropa.
Sementara BYD yang sudah membangun pabrik di Hongaria kabarnya akan dikenakan tarif impor hanya sebesar 17-18%.
Kebijakan lebih rendah itu dengan mempertimbangkan BYD bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi ratusan atau bahkan ribuan masyarakat Eropa.
Meski demikian, ketika tarif berlaku paling cepat pada 5 Juli 2024, maka harga mobil listrik BYD tipe termurah di Eropa, nantinya akan mengalami kenaikan sekitar 5.250 Euro atau sekitar Rp 90 jutaan dibanding harga saat ini.
Itu baru untuk mobil termurah BYD, sementara kenaikan harga untuk mobil listrik MG dan Geely pasti lebih tinggi daripada BYD mengingat pajaknya yang juga lebih besar.
Baca juga: Tesla Dianggap Masih Paling Inovatif Dibanding Mobil China
Bukan hanya brand-brand dari Tiongkok yang diproteksi oleh Uni Eropa, namun Tesla yang menjual mobilnya dari hasil pabrik di pusat perakitan yang ada di China pun akan dikenai kenaikan tarif jika diimpor ke Eropa.
Tesla mungkin akan terdampak tarif impor hingga 21%, namun hal itu bisa berubah jika ternyata mereka mengirim unit kendaraan untuk pasar Eropa yang diproduksi dari Amerika Serikat (AS).
Menurut Schinas, persaingan dari Tiongkok sudah membuat "cedera" dan "ancaman" terhadap sektor industri otomotif di Eropa.
Persaingan dengan pabrikan Asia ini pun dianggap memperlambat transisi pabrikan Eropa dari kendaran bermesin bakar internal (ICE) ke BEV.
Mobil-mobil Eropa diklaim menjadi sulit laku, sehingga jika dibiarkan bisa menimbulkan risiko hilangnya investasi dan membuat putusnya lapangan kerja pada industri yang mempekerjakan hampir 13 juta orang di benua tersebut.
Selain Eropa, ternyata turki juga mulai memproteksi industri otomotif mereka dari serbuan produk China.
Dikutip dari Reuters, negara ini akan menerapkan tambahan pajak impor kendaraan dari Tiongkok hingga 40%.
Bahkan peraturan ini sudah disahkan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, demi mencegah potensi memburuknya neraca transaksi dan untuk melindungi produsen mobil dalam negeri.
Nantinya pajak impor untuk kendaraan dari China akan menjadi USD7.000 atau sekitar Rp 115 juta per kendaraan, dan akan mulai berlaku 7 Juli 2024.
"Pajak tambahan akan dikenakan pada impor kendaraan penumpang konvensional dan hybrid dari Tiongkok untuk meningkatkan dan melindungi porsi produksi dalam negeri yang semakin berkurang," kata Omer Bolet, Menteri Perdagangan Turki.
Menteri tersebut menjelaskan, keputusan itu ditetapkan dengan melihat jika pajak 40% yang dihitung dari harga per kendaraan yang diimpor ternyata nilainya kurang dari USD7.000, maka tarif impor minimum yang dikenakan dibulatkan jadi USD7.000 per kendaraan.
Baca juga: Survei: Loyalitas Pengguna Merek Mobil China Ternyata Masih Kalah dengan Jepangan
Adanya wacana kenaikan pajak impor mobil listrik China di Uni Eropa ini pun langsung ditanggapi oleh pihak pemerintahan Beijing.
Dikutip dari Xinhua, Beijing berharap UE bisa mempertimbangkan kembali keputusan tarif impor yang baru itu dengan cara menghentikan rencana tersebut demi melindungi industri otomotif mereka.
Meski belum ada pernyataan resmi lainnya atas tindakan yang bakal diambil oleh Tiongkok, namun menurut Kantor Berita tersebut, pihak kementerian perindustrian setempat berharap antara China dan Uni Eropa tetap bersama-sama dalam isu ekonomi dan perdagangan.
Kemudian ada juga kabar yang berhembus jika pihak UE sedikit melunak dengan memberikan waktu lebih lama untuk mempertimbangkan kembali rencana kebijakan bea masuk tersebut.
Pihak Beijing mengklaim jika kebijakan itu tetap digulirkan, maka bisa menghambat adopsi kendaraan listrik di seluruh dunia dan tujuan perubahan iklim yang lebih baik jadi makin sulit tercapai, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya hidup masyarakat.
Mereka juga menampik tuduhan hadirnya mobil listrik China di Eropa atau negara lainnya bakal menjadi ancaman terhadap industri di negara tersebut
Kebijakan tarif impor mobil listrik China ini tentunya menjadi perhatian bagi para produsen mobil China yang ada di Indonesia.
Namun sepertinya mereka tetap menunggu sejauh mana keputusan tersebut berimbas pada prinsipalnya.
"Soal itu kita tidak bisa beri komentar apa-apa saat ini, kita ikuti saja informasi dari prinsipal," komentar Zang Shuo, Assistant President PT Chery Sales Indonesia ketika ditemui belum lama ini.
Namun ia berharap kebijakan yang menghimpit produsen Tiongkok tidak terjadi dimanapun, dan membiarkan masyarakat diberi keleluasaan dalam memilih produk terbaik sesuai kebutuhan mereka.
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
{{variantName}}
{{expSellingPriceText}}
{{carMileage}} km
{{registrationYear}} tahun
{{storeState}}