Kecelakaan maut di Tol Ckampek KM 58 ini disinyalir akibat secara tiba-tiba mobil Daihatsu Gran Max keluar jalur contraflow, dan menabrak bus dari arah Bandung menuju Jakarta.
Bersamaan dengan itu, mobil lain dari arah belakang tak bisa lagi menghindari, sehingga ikut menabrak Daihatsu Gran Max, sehingga dua mobil terbakar di lokasi.
Berkaca dari kasus kecelakaan di KM 58, apakah sistem contraflow masih diperlukan?
Menanggapi hal tersebut Pengamat Transportasi dan Hukum Budiyanto mengatakan semua tergantung dari perkembangan situasi dan kondisi jalan.
"Kejadian tersebut jangan selalu dilekatkan pada resiko pemberlakuan manajemen rekayasa dengan skema Contraflow, tapi tidak boleh juga menafikan segi positif yang lainnya," ungkap Budi dalam pesan tertulisnya.
Budi menyatakan, rekayasa lalu lintas dengan skema contraflow pada dasarnya dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan kapasitas jalan arah tertentu, juga memberikan ruang kepada arus yang berlawanan.
Maka dari itu, saat skema contraflow terapkan, maka pihak terkait tetap menyiapkan ruang untuk mengakomodasi arus yang berlawanan.
"Pelaksanaan rekayasa contraflow yang dalam teknis pelaksanaan hanya mengambil sebagian lajur, dan memberikan ruang kepada kendaraan yang berlawanan agar tetap bisa melintas," jelasnya.
"Dengan masih adanya ruang bagi kendaraan berlawanan untuk melintas, berarti ada kesempatan dan memberikan ruang keadilan," sambungnya.
Upaya Menghindari Terulangnya Kecelakaan Maut Tol Cikampek KM 58
Memasuki jalur satu arah
Kendati skema contraflow dipercaya dapat mengurai kepadatan arus lalu lintas di jalan tol, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melewatinya.
Kata Budi, mereka yang menggunakan lajur contraflow agar tetap berhati-hati dan mengurangi kecepatan kendaraan.
"Resiko sekecil apapun, harus diperhitungkan dengan cermat termasuk apabila kendaraan mengalami trouble," ujarnya.
Budi tak menampik, ketika mobil mengalami masalah seperti kasus di jalan tol km 58, maka pengemudi dihadapkan pada pilihan yang sulit, karena harus memutuskan dengan cepat dan tepat.
Skema Contraflow
"Apakah menepi ke lajur kanan atau menepi ke sebelah kiri, dengan melakukan langkah- langkah mitigasi darurat," ucapnya.
Hanya saja Budi berpendapat, saat masalah terjadi di jalur contraflow maka jangan menepi ke pada tepi kanan, karena sangat berisiko akan bersinggungan atau berhadapan dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan.
Alhasil, potensi kecelakaan sangat tinggi dan beresiko karena dapat berkonflik dengan mobil lain terutama, kendaraan yang berlawanan.
"Sebaiknya dalam kondisi demikian, tetap menepi ke kiri, kemudian menyalakan lampu hazard atau isyarat tanda bahaya, memasang segitiga pengaman dengan jarak 50 meter dari kendaraan dan menghubungi dengan segera nomor darurat yang telah disiagakan," terangnya.
Skema Contraflow
Budi menegaskan, jika melewati penggal jalan Contraflow, kunci utama tetap harus hati-hati karena terbatasnya ruang lalu lintas untuk satu arah dan pembatas jalan yang hanya menggunakan safety cone.
Selain itu, Budi menyampaikan, agar pengemudi yang melewati jalur contraflow mampu memprediksi situasi di depan dan membuat langkah-langkah antisipasi dengan cepat, tepat dan aman.
"Pada posisi rekayasa contraflow inilah yang memerlukan konsentrasi penuh dan kehati-hatian karena kita masih berada pada ruas penggal jalan yang harus berlawanan dan masih berjalan," tuturnya.
Bagi Budi, rekayasa lalu lintas skema contraflow tetap dapat dilakukan dengan mempertimbangkan trend perkembangan situasi lalin kekinian.
Mengawali karir sebagai jurnalis sejak tahun 2011 di salah satu media massa Nasional Tanah Air. Memiliki ketertarikan untuk membahas bidang otomotif, mulai dari sepeda motor, mobil, hingga bus dan truk.