Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Sebaiknya Dibatalkan, Ganti dengan Program Mirip LCGC
Prasetyo · 15 Jan, 2025 08:03
0
0
Pemerintah memang sudah menggaungkan adanya tambahan opsen pajak kendaran bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Kedua ada juga tambahan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk pembelian mobil.
Kedua elemen baru di pajak kendaraan bermotor ini dinilai akan membuat pengeluaran masyarakat akan belanja kebutuhan kendaraan bermotor semakin mencekik. Hal ini diungkapkan oleh Riyanto selaku Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia (UI).
Menurut dia sebelum opsen pajak kendaraan bermotor untuk mobil besarannya sekitar 40 persen dari harga off the road, maka ketika ada opsen 66% dari PKB dan 66% dari BBNKB, maka total pajak mobil naik menjadi 48,9% dari harga off the road.
Harga mobil bakal naik signifikan dengan dua pajak baru
Akibatnya, harga mobil baru naik 6,2 persen. Sebagai contoh, jika sebelumnya harga on the road sebuah mobil baru sebesar Rp 200 juta. Maka dengan adanya dua tambahan pajak baru ini, harga mobil tersebut bisa mencapai Rp 213 jutaan. Dan kondisi ini terjadi di tengah belum pulihnya daya beli masyarakat.
Berdasarkan hitungan LPEM UI, katanya, dengan asumsi opsen pajak diberlakukan di semua wilayah, tarif PKB maksimum 1,2%, dan BBNKB 12%, maka penjualan mobil secara Nasinal di 2025 diprediksi turun 9,3%. Dari sekitar 865 ribu unit di 2024 menjadi sekitar 780 ribu unit pada 2025.
"Sementara pasar membutuhkan intervensi pemerintah yang cepat, dan dalam jangka pendek. Karena kondisinya saat ini makin berat. Tugasnya bagaimana kita bisa mendorong pasar otomotif minimal bisa kembali ke 1 juta unit. Kalau insentif kan dampaknya jangka panjang," kata dia diskusi Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah yang Digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Jangan bebankan lagi masyarakat kelas menengah dengan opsen pajak kendaraan bermotor
Terkait opsen PKB dan BBNKB, Riyanto juga menilai kalau kebijakan ini sejatinya bisa ditunda atau bahkan dibatalkan pemerintah Republik Indonesia (RI).
Sebab saat ini sudah ada 25 provinsi yang menerbitkan regulasi dari pihak DPRD terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Ke-25 provinsi itu antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepri, Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim), Sulawesi Selatan (Sulsel).
Mereka memutuskan untuk belum menerapkan opsen pajak tersebut. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif Nasional. Pemerintah, kata Riyant, sebaiknya memperhatikan kondisi tersebut.
Karena kalau ada daerah yang memberlakukan dan ada daerah yang tidak memberlakukan opsen pajak kendaraan bermotor, maka pemerintah dalam hal ini DPRD juga bisa kehilangan potensi pendapatan dari pajak daerah. "Misalnya di Jawa Timur diberlakukan opsen sementara di Jakarta tidak, maka orang akan beli mobil pakai KTP Jakarta. Tidak mau orang beli mobil di Jawa Timur karena harganya lebih mahal," jelasnya.
Kebijakan Pemerintah Harus Tertuju ke Masyarakat Kelas Menengah
Ada insentif mobil listrik dan hybrid, seharusnya ada juga insentif untuk masyrakat kelas menengah
Riyanto menambahkan, penjualan mobil memang terlihat mengalami peningkatan pasca pandemi Covid 19. Namun sebenarnya perekonomian Indonesia tumbuhnya sangat kecil. Yakni hanya di bawah 5 persen. Padahal sudah banyak insentif di berbagai industri yang diberikan dimasa pemerintah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun.
“Siapa yang menikmati pertumbuhan 5 persen ini? Pada periode pertama di tahun 2014 - 2019 benar memang tepat sasaran untuk kelas menengah. Tapi di periode setelahnya yang menikmati kelas bawah dan kelas atas,” jelas dia.
Ia mencontohkan beberapa kebijakan yang hanya berdampak ke masyarakat kelas bawah yaitu pemberian Bansos (Bantuan Sosial). Sementara untuk golongan masyarakat atas bisa menikmati antara lain dari pemberian insentif PPN 10 persen untuk kendaraan listrik.
“Mobil listrik ini kan kebanyakan yang beli buat jadi mobil kedua atau mobil ketiga. Artinya yang menikmati golongan atas. Jadi gak heran kalau ada produsen mobil mewah yang terkadang permintaannya banyak tapi produksinya masih sedikit, sehingga terjadi inden. Sementara masyarakat kelas menengahnya kehilangan daya beli,” sebut Riyanto.
Inveastasi di sektor otomotif meningkat, tapi daya beli mobil baru terus turun
Dirinya pun menyoroti berbagai investasi di sektor otomotif yang kian naik tapi tidak diiringi pertumbuhan permintaan pasar. Bahkan kondisi pasar malah cenderung terus turun. “Ini kan kondisinya cukup mengerikan,” katanya.
Sebagai informasi, investasi sektor otomotif tumbuh 43% dalam lima tahun terakhir. Per September 2024, nilainya mencapai Rp 31,7 triliun, terdiri atas penanaman modal asing (PMA) Rp 28,15 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 3,6 triliun.
Selama 2019-2024, Jepang membenamkan investasi otomotif Rp 75 triliun, diikuti Korea Selatan Rp 44,25 triliun, Singapura Rp 5,5 triliun, Hong Kong Rp 3,59 triliun, dan Tiongkok Rp 1,04 triliun.
Selama periode itu, investasi mengalir deras ke industri mobil, sebesar Rp 107 triliun, diikuti kendaraan roda dua dan tiga Rp 16,7 triliun, dan baterai Rp 22,1 triliun. Sementara pendapatan per kapita di Indonesia hanya sekitar USD 5 ribu. Padahal kalau melihat Thailand memiliki pendapatan perkapita mencapai USD 8 ribuan dan di Malaysia USD 11 ribuan.
Kebijakan Mobil Murah Seperti LCGC Lebih Baik Dibangkitkan Lagi
Harus ada kebijakan jangka pendek untuk menurunkan harga mobil baru
Salah satu opsi insentif lain yang bisa dipertimbangkan pemerintah menurut Riyanto adalah diskon PPnBM untuk mobil berpenggerak 4x2 dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 80%, seperti yang dilakukan pada 2021.
Dengan diskon PPnBM 5% alias tarif PPnBM 10%, harga mobil bisa diturunkan 3,6%, yang bisa memicu tambahan permintaan 53.476 unit. Selanjutnya, dengan diskon PPnBM 7,5% atau tarif 7,5%, harga mobil bisa turunkan 5,3%.
Apabila terjadi penurunan harga mobil baru ini, ia diperkirakan bakal ada tambahan penjualan mobil Nasional sebesar 80.214 unit di 2025. Kemudian, jika diskon PPnBM diterapkan sebesar 10%, harga mobil bisa turun jadi 7,1%. Kondisi tersebut akan memicu tambahan permintaan mobil baru di pasar domestik hingga 106.592 unit.
Terakhir, dengan PPnBM 0%, harga mobil turun 10,7% yang akan memicu tambahan permintaan 160 ribu unit. Pemberian insentif ini bukan hanya memiliki imbas terhadap penjualan mobil di Indonesia, tapi juga bakal berdampak positif terhadap ekonomi keseluruhan di dalam negeri.
Sektor otomotif memiliki peranan penting bagi ekonomi Indonesia
Kontribusi industri mobil baik langsung dan tidak langsung terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai Rp 177 triliun dengan tarif PPnBM 10%, lalu Rp 181 triliun dengan PPnBM 7,5%, Rp 185 triliun PPnBM 5%, dan Rp 194 triliun dengan PPnBM 0%, dibandingkan skema business as usual Rp 168 triliun.
Selain itu, akan ada tambahan tenaga kerja otomotif sebanyak 7.740 orang dengan PPnBM 10%, lalu 11.611 orang (PPnBM 7,5%), 15.481 orang (PPnBM 5%), dan 23.221 orang (PPnBM 0%). Adapun tambahan tenaga kerja dalam perekonomian (multiplier) mencapai 15.790, 23.685, 31.581, dan 47.371 orang, dengan PPnBM masing-masing 10%, 7,5%, 5%, dan 0%.
Riyanto juga mengusulkan PPnBM mobil murah tahun ini bisa dikembalikan ke 0% dari saat ini 3%. Adapun insentif PPnBM untuk mobil pertama layak dipertimbangkan, bersama lokalisasi, ekspor, dan litbang karena bakal berimbas positif terhadap industri otomotif.
"Mobil hybrid dan mobil listrik kan sudah diberi insentif, padahal kedua mobil ini untuk golongan kelas atas. Sementara golongan yang baru mulai membeli mobil pertama sebaiknya juga harus diberi insentif, misalnya seperti LGCG dulu yang sangat berarti untuk kenaikan pasar otomotif," tukasnya.
Opsen PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) adalah pungutan tambahan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berapa besarnya opsen pajak mobil?
Opsen pajak mobil diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing provinsi atau kabupaten. Besarnya opsen adalah 66 persen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Besarnya PKB dan BBNKB ini berbeda-beda tiap daerah di Indonesia.
Kapan opsen pajak kendaraan bermotor berlaku?
Kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor sebenarnya sudah resmi diberlakukan 5 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Menggeluti bidang jurnalistik otomotif sejak 2009 selaras dengan hobinya dalam memodifikasi mobil. Apalagi karakteristik yang berbeda dari setiap kendaraan yang dibuat oleh masing-masing pabrikan, terus menumbuhkan minatnya di dunia otomotif hingga saat ini.