Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bila Kementerian Keuangan tidak menerapkan wacana pajak nol persen untuk mobil baru. Fakta tersebut membuat calon pembeli mobil baru jadi galau, karena mimpi mereka bisa membeli kendaraan tidak terwujud.
Namun kamu jangan khawatir, karena pemerintah tetap memberikan insentif besar melalui mobil listrik. Indonesia pun terus didorong menjadi negara berkembang dengan populasi mobil listrik yang besar.
Bahkan, Indonesia kini menjadi calon pusat industri mobil listrik karena Hyundai Motor Company (HMC) mengumumkan rencana investasinya sebesar US$1,549 Miliar (Rp 21,8 triliun) di Indonesia.
Investasi tersebut sebagian akan digunakan untuk memproduksi kendaraan Hyundai. Pabrikan asal Korea Selatan ini jugs memiliki rencana membangun R&D Center (pusat penelitian dan pengembangan).
Realisasi investasi Hyundai di Indonesia direncanakan akan dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahun 2019-2021 dan tahun 2022–2030. Pada fase pertama Hyundai akan berfokus pada investasi pabrik pembuatan mobil yang akan berlokasi di Jawa Barat dan akan mengekspor setidaknya 50 persen dari total produksi.
Sebagaimana dikutip dari Berita Satu, fase kedua akan berfokus pada pengembangan pabrik pembuatan mobil listrik, pabrik transmisi, pusat penelitian dan pengembangan, pusat pelatihan, dan produksi Hyundai akan diekspor sebanyak 70%. Hyundai akan mulai berproduksi pada tahun 2021, dengan kapasitas 70.000 hingga 250.000 unit per tahun, termasuk mobil listrik ke depannya.
PPnBM Kendaraan Bakal Dihitung Dari Tingkat Emisi
Penghitungan pajak kendaraan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor di Indonesia. Aturan ini berlaku pada 16 Oktober 2021 mendatang.
Dalam PP tersebut, PPnBM tidak lagi didasarkan bentuk bodi kendaraan, namun emisi gas buang yang dihasilkan atau konsumsi bahan bakar.
Dalam aturan itu menyebut untuk mobil listrik murni dengan daya angkut kurang dari 10 orang maupun 10-15 orang termasuk pengemudi, dikenakan tarif PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar 0 persen dari harga jual.
Aturan tarif PPnBM 15 persen dengan dasar pengenaan pajak nol persen dari harga jual diberikan untuk mobil jenis Plug-In Hybrid Electric Vehicles, Battery Electric Vehicles, serta Fuel Cell Electric Vehicles.
Tarif PPnBM semakin besar jadi 20 persen akan diberikan apabila konsumsi bahan bakar kendaraan kurang dari 11,5 kilometer per liter atau emisi CO2 lebih dari 250 gram per kilometer.
Mobil Listrik Bebas Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Baru di Jakarta
Demi menekan polusi di kota Jakarta yang semakin mengkhawatirkan, Anies Baswedan selaku Gubernur Provinsi DKI Jakarta resmi meneken Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2020, tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 15 Januari 2020 sampai 31 Desember 2024 untuk kendaraan pribadi dan kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum listrik berbasis baterai. Kebijakan ini berlaku baik untuk kendaraan pribadi maupun umum, namun dengan syarat bila kendaraan harus murni listrik. Artinya, mobil dari jenis hybrid tetap dikenakan BBN-KB oleh Pemprov DKI Jakarta.
Pengenaan pajak mobil listrik tentunya akan meningkatkan selisih harga antara mobil listrik dan mobil biasa. Bahkan jika sejauh ini. Manufaktur yang ada di Indonesia belum ada yang merakit mobil listrik secara lokal.
Nyaris semua mobil listrik yang ada di Indonesia didatangkan secara impor utuh yang membuat pajak bea masuknya cukup tinggi. Ambil contoh untuk Tesla Model 3, dimana harga aslinya di Amerika Serikat bila di-kurs-kan sekitar Rp 500 jutaan. Saat masuk ke Indonesia, harganya meroket hingga dua kali lipatnya.
Mobil Listrik Masih Jadi Barang Mewah
Pemerintah terus mendorong pabrikan kendaraan bermotor untuk beralih ke tenaga listrik sebagai implementasi Perpres No. 55 tahun 2019. Namun sayangnya hingga saat ini hanya segelintir mobil listrik yang masuk ke Indonesia.
Dari model yang ada, semuanya masuk kategori mewah bila melihat harga jualnya. Kalaupun ada yang terjangkau, biasanya adalah merek China.
Tantangan pun muncul dari ketersediaan pengisian baterai yang belum tersebar luas. Untuk sementara, alat pengisian masih jadi tanggungan agen pemegang merek sebagai tambahan fasilitas saat pembelian. Fleksibilitas pengisian baterai masih repot tidak seperti mobil konvensional.
Kesimpulan
Pemerintah telah berusaha menyediakan banyak insentif pajak kendaraan untuk mobil listrik. Namun pada prakteknya masyarakat masih sulit membeli mobil yang harganya lebih mahal daripada mobil biasa.
Selain itu, pemilik mobil listrik dibuat repot soal pengisian daya yang amat terbatas. Apabila untuk bepergian jauh, perlu membawa alat pengisian baterai dan waktu pengisian pun masih relatif lama.
Untuk saat ini, mobil konvensional masih jadi pilihan yang realistis. Dari sisi harga lebih murah dan fleksibilitas pengisian bahan bakar dari SPBU yang tersebar luas.
Pemerintah perlu mendorong industri manufaktur supaya harga mobil listrik bisa setara dengan mobil konvensional. PLN juga perlu proaktif untuk membangun fasilitas pengisian daya listrik hingga tersebar luas, maka masyarakat pun secara sukarela akan berpindah.