Renault Kwid Climber diperkenalkan pada GIIAS 2019 lalu. Dengan mengusung desain eksterior cukup atraktif dan kompak, banyak yang tidak mengira bahwa banderol harganya hanya Rp158,9 juta.
Ya, dari namanya saja sudah bisa diketahui bahwa ini merupakan varian flagship dari Renault Kwid yang diluncurkan pada 2016 silam. Dari luaran, Climber mendapat beberapa improvement seperti Day-time Running Light (DRL), gril, dan model lampu utama kekinian.
Pada presentasi Davy J. Tuilan, COO PT Maxindo Renault Indonesia, Kwid Climber hadir atas perubahan selera pasar. Kini mobil berkarakter kuat ala SUV dan crossover tengah naik daun. Oleh karenanya, Climber pun dibekali aksen oranye.
Sedikit informasi, warna oranye memang kerap digunakan pada kegiatan-kegiatan off road. Jadi bisa disimpulkan bahwa Renault Kwid Climber adalah sebuah crossover.
Kehadiran Kwid Climber cukup mengejutkan, setidaknya bikin kita terdiam beberapa detik dan bertanya "Apa kemampuannya sebanding dengan tampilannya?".
Kalau merujuk pada pernyataan Dr. Yannes Martinus Pasaribu yang dikutip dari Kompas, Pengamat Desain Otomotif dari Institut Teknologi Bandung crossover berfokus pada struktur bodi monokok tapi berpenampilan layaknya SUV atau kendaraan off road. Ada beberapa tambahan berupa aksesoris seperti roof rail, side skirt, desain gril dan bumper lebih berisi, hingga ground clearance lebih tinggi.
Berkaca pada model Renault Kwid Climber, desain ideal sebuah crossover pun bias jika dikaitkan dengan fungsionalitasnya. Bisa dibilang, ini hanya paket crossover atau off road look.
Ya, Climber merupakan varian flagship dari Kwid di mana diperkenalkan sebagai city car kompak. Klaim ini pun didukung oleh mesin 3 silinder 1.000 cc yang diharapkan mampu memberikan performa konsumsi BBM terbaik di kelasnya. Selain itu, bodi kompak dan setir ringan dibuat agar mudah masuk ke jalanan sempit khas perkotaan.
Sampai sini bisa disimpulkan sedikit, bahwa Renault Climber hanya sebuah mobil city car berpenampilan crossover. Hmm.. layaknya "selera offroad performa onroad".
Apa pengaruhnya terhadap anggapan awam konsumen?
Agak miris, istilah crossover seringkali dikemas oleh tim marketing produsen dan sales sebagai sebuah bentuk kebaruan, padahal hanya improvement kosmetik macam Climber ini. Anggapan publik pun bisa saja bergeser bahwa perbedaan model mobil hanya ada pada tampilannya saja.
Ini bisa dibuktikan dari performa mesin Climber dengan transmisi AMT-nya. Di jalanan menanjak, pernah dilaporkan bahwa Climber sempat kesulitan di putaran bawah. Menurut berbagai sumber ulasan, putaran bawah mesin kerap mulai dari gigi 2.
Selain itu, fitur utilitas pada Climber dianggap pemaksaan. Sebut saja roof rail-nya. Alih-alih digunakan sebagai pengangkut barang lebih di atas atap mobil, milik Climber justru tidak boleh digunakan alias cuma pajangan saja.
Selain itu, jika Climber digunakan untuk perjalanan offroad, atau setidaknya semi offroad, perlu ditunjang visibilitas terbaik. Sayangnya, meski namanya Climber (pendaki) tapi sayang tidak dilengkapi foglamp (lampu kabut) yang kerap ditemui di daerah dataran tinggi.
Hingga kini, fitur keselamatan Renault Kwid Climber belum bisa ditarik kesimpulan karena memang belum diuji. Namun kalu mengingat model Kwid di awal-awal kehadirannya, mobil tersebut dapat penilaian 0 dari global NCAP. Bisa dimaklumi, sih, karena harganya yang sangat rendah.
Namun Renault pun sadar bahwa fitur keselamatan patut ditambahkan pada Kwid Climber, seperti:
- Dual SRS airbag
- 4 sensor parkir
- ABS
- EBD
Semoga hasil pengujiannya mendapat nilai baik, ya Climber.
Sebagai informasi tambahan, mobil Eropa ini masuk secara resmi ke Indonesia dengan status CBU alias impor utuh. Kwid Climber didatangkan langsung dari pabrikan Renault di India dengan mengikuti standar di sana, kecuali model peleknya.