Thailand Kurangi Subsidi Mobil Listrik Mulai 2024, Indonesia Masih Tunggu Kabar Pemerintah
Prasetyo · 2 Jan, 2024 18:07
0
0
Subsidi mobil listrik untuk tahun 2024 ternyata akan mulai dikurangi, selain itu bagi pemilik EV (Electric Vehicle), bakal dikenai tambahan biaya asuransi.
Tapi tenang, hal ini terjadi di Thailand karena pemerintah setempat rupanya membuat beberapa kebijakan baru terhadap subsidi mobil listrik.
Bagi yang hendak membeli mobil listrik baru, maka untuk yang produksi dan menggunakan VIN 2024, harganya akan sedikit lebih mahal.
Pemerintah di Negeri Gajah Putih itu rupanya baru saja menetapkan kebijakan subsidi EV 3.5 yang baru dan berlaku mulai tahun 2024.
Subsidi ini awalnya terbagi dalam dua kategori yang besarnya masing-masing 70.000 baht atau kira-kira Rp31,6 jutaan untuk mobil listrik dengan baterai berkapasitas 10-30 kWh, dan 150.000 baht (Rp67 jutaan) untuk EV dengan baterai berkapasitas lebih dari 30 kWh.
Kriteria penerima subsidi ini pun telah diubah yaitu sebagai berikut:
Mobil listrik dengan harga tidak lebih dari 2 juta baht (Rp90 juta) yang menggunakan baterai dengan kapasitas di bawah 50 kWh, akan mendapat subsidi antara 20.000-50.000 baht (Rp 9 juta - Rp22 jutaan).
Mobil listrik dengan harga tidak lebih dari 2 juta baht (Rp90 juta) tapi memakai baterai yang kapasitasnya lebih dari 50 kWh, maka masing-masing akan mendapat subsidi sebesar 50.000-100.000 baht (Rp22 juta - Rp45 jutaan).
Selain subsidi mobil listrik yang diberikan jadi lebih kecil, para pengguna EV juga kini wajib memberi cakupan asuransi perluasan baru, yakni untuk asuransi baterai.
Namun perhitungan asuransi untuk baterai ini juga punya kalkulasi tersendiri.
Perusahaan asuransi hanya akan mengganti biaya kerusakan baterai hanya sesuai masa pakainya yang dihitung dari persentase harga baterai dari produsen mobil tersebut.
Berikut ini perhitungan asuransi baterai EV di Thailand:
Mobil listrik dengan usia kurang dari 1 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 100% biaya kerusakan baterai.
Mobil listrik dengan usia kurang dari 2 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 90% biaya kerusakan baterai.
Mobil listrik dengan usia kurang dari 3 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 80% biaya kerusakan baterai.
Mobil listrik dengan usia kurang dari 4 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 70% biaya kerusakan baterai.
Mobil listrik dengan usia kurang dari 5 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 60% biaya kerusakan baterai.
Mobil listrik dengan usia lebih dari 5 tahun, jika terjadi kerusakan maka pihak asuransi akan membayar 50% biaya kerusakan baterai.
Jika masih bingung, kira-kira kita berikan contoh kasus sebagai berikut:
Ketika Anda memiliki mobil listrik yang umurnya 1,5 tahun dari VIN yang dibuat produsen kendaraan tersebut kemudian mengalami kecelakaan di jalan.
Ternyata akibat insiden ini menyebabkan kerusakan pada bagian baterainya yang membutuhkan penggantian baterai barus senilai Rp100 juta.
Nantinya pihak asuransi akan mengganti 90% dari biaya penggantian baterai tersebut yakni sebesar Rp90 juta, sisanya 10% (Rp10 juta) harus dibayarkan oleh Anda sebagai pihak pemilik mobil tersebut.
Tapi dari perjanjian asuransi ini ada kausul tambahan, yaitu pihak perusahaan asuransi akan mengambil baterai yang sudah rusak tadi untuk dijual komponen-komponen yang masih bisa dipakai.
Namun nilai jual baterai bekas ini akan dibagi 10% kepada si pemilik mobil.
Misalnya setelah baterai bekas tersebut dijual ternyata laku Rp10 juta, maka 10% dari nilai jual itu yakni Rp4 juta, akan diberikan kepada Anda.
Lantas bagaimana dengan subsidi untuk kendaraan listrik yang ada di Indonesia?
Untuk kasus di dalam negeri, subsidi ini diberikan kepada produsen kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) yang menggunakan komponen lokal cukup tinggi.
"Jadi produsen akan mendaftarkan jenis kendaraan yang telah memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%,” ujar Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian Republik Indonesia (Menperin RI).
Sayangnya, untuk produsen kendaraan listrik roda empat, baru ada Wuling dengan Air ev, dan Hyundai dengan Ioniq 5 yang memenuhi syarat tersebut.
Sementara untuk kendaraan listrik roda dua, ada Gesit, Volta, dan Selis.
Produsen yang memenuhi persyaratan ini diberi ganjaran insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 10 persen, sehingga konsumen hanya perlu membayar PPN 1% dari normalnya 11%.
Adapun untuk kendaraan bus listrik yang memenuhi syarat TKDN kurang dari 40%, diberi insentif PPN 5 persen.
Namun sayangnya, pemberian insentif PPN ini teralh berakhir per Desember 2023 sejak berlaku April 2023 lalu.
Apakah Indonesia akan bernasib seperti Thailand yang memangkas subisid kendaraan listrik?
Menggeluti bidang jurnalistik otomotif sejak 2009 selaras dengan hobinya dalam memodifikasi mobil. Apalagi karakteristik yang berbeda dari setiap kendaraan yang dibuat oleh masing-masing pabrikan, terus menumbuhkan minatnya di dunia otomotif hingga saat ini.