Truk ODOL Masih Merajalela, Peraturannya Mirip Benang Kusut
Prasetyo · 11 Apr, 2023 18:05
0
0
Larangan terkait truk ODOL (Over Dimension Over Load) memang sudah dicanangkan. Namun pada kenyataannya, truk yang kelebihan beban muatan ini masih saja sangat sering terjadi. Apakah larangan truk ODOL adalah hanya sekedar wacana?
Tony Wijaya dari pihak Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengatakan permasalahan ODOL di Indonesia seperti benang kusut yang sulit diurai. "Masalah ODOL ini seperti benang kusut," kata ia ketika ditemui di Jakarta, Senin (10/04/2023).
Kesemrawutan masalah truk-truk yang kelebihan muatan namun tetap melaju di jalan raya itu, kata dia adalah efek dari tidak jelas dan saling tumpangtindihnya antara berbagai pihak. "Ya aturannya dari pemerintah, APM-nya bagaimana, pengusahanya juga bagaimana, semua tumpang tindih," jelas pria yang menjadi Ketua Kompartemen Teknologi Karoseri APTRINDO itu.
Larangan Truk ODOL Bisa Bikin Ongkos Pengusaha Membengkak
Ia menyoroti dari sisi pengusaha. Jika memang truk logistik yang mengantarkan barang harus sesuai muatan yang dicantumkan dalam peraturan pemerintah, maka kata dia, sebaiknya pemerintah juga wajib mempertimbangkan ongkos produksi yang harus ditanggung perusahaan.
"Misalnya untuk satu bungkus permen saja, disitu ada ongkos bahan baku, packing, sampai pengiriman. Kalau pengirimannya dibatasi, maka itu setidaknya mengganggu minimal 7 unsur yang terkait produk tersebut. Mau gak pemerintah mikirin hal seperti ini," kata Tony.
Teknologi Truk Berkembang, Peraturan Juga Harus Direvisi
Kemudian dirinya juga menyoroti dari sisi produk yang disiapkan produsen truk. Misalnya pada peraturan tentang larangan ODOL ada terkait muatan sumbu. Untuk gardan depan maksimal 6 ton sementara gardan belakang 8-9 ton.
"Tapi sekarang produsen truk bisa buat MST (Muatan Sumbu Terberat) yang bisa lebih tinggi dari itu. Kemudian produsen ban juga kini mampu memproduksi ban dengan kemampuan sampai 5 ton satu bannya. Jadi aturan itu juga harusnya ikut direvisi," ucap dia.
Sementara itu pihak PT Daimler Commercial Vehicle Indonesia (DCVI) menanggapi tentang adanya larangan ODOL ini. Sebagai ditributor truk-truk Mercedes-Benz, DCVI memang selalu menghimbau agar konsumen termasuk sopirnya menganggut muatan sesuai kapasitas truk.
"Kita selalu edukasi, secara logis saja, kalau truk muatan 20 ton dikasih beban 30 ton, pasti mesinnya juga lebih berat, BBM lebih boros, remnya bisa gampang jebol. Tapi untuk menghindari ODOL ini memang seharusnya ada kontrolnya. Karena kita hanya produsen, bukan 'polisinya' yang mengawasi penerapannya di jalan," jelas Faustina, Head of Product Management and Marketing DCVI.
"Seharusnya, ketika produsen bisa mengembangan produknya melalui teknologi, pemerintah juga meningkatkan kualitas jalan, lalu dibuatlah aturan yang mengikuti kondisi terbaru. Disitu kita bisa ikuti aturannya. Inilah yang saya pikir jadi benang kusut sampai sekarang," tukas Tony.
Menggeluti bidang jurnalistik otomotif sejak 2009 selaras dengan hobinya dalam memodifikasi mobil. Apalagi karakteristik yang berbeda dari setiap kendaraan yang dibuat oleh masing-masing pabrikan, terus menumbuhkan minatnya di dunia otomotif hingga saat ini.