Alasan Konversi Motor Listrik Masih Sepi Peminat, Terlalu Mahal?
Ilham · 7 Jun, 2023 18:00
0
0
Banyak yang belum tahu manfaatnya.
Infrastruktur dirasa belum memadai.
Untuk menggencarkan program konversi motor bermesin bensin ke listrik, saat ini pemerintah sudah menawarkan insentif khusus, namun masih sepi peminat.
Padahal insentif yang diberikan tak tanggung, peserta program konversi bakal disubsidi hingga Rp 7 juta. Biaya ini diberikan pasca motor dikonversi oleh bengkel yang telah tersertifikasi.
Meski terkesan menggiurkan, nyatanya belum banyak masyarakat yang berminat mengganti sumber penggerak motor bensinnya.
"Sampai saat ini baru sekitar 330-an unit yang terdaftar," ucap Senda Hurmuzan Kanam, Kepala Balai Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan dan EBTKE Kementerian ESDM.
Dirinya yang ditemui Autofun pada sela acara Media Gathering Konversi Motor Listrik di Jakarta Rabu (7/6/2023) menyatakan jika program ini sebenarnya memberi banyak manfaat.
Untuk segi manfaat ke pengguna motor listrik konversi diantaranya mengurangi pengeluaran bahan bakar minyak.
Dari hitungan rata-rata, konsumsi bensin yang dikurangi bisa mencapai 355 liter per tahun.
Ini artinya konsumen minimal bisa menabung Rp 3,55 juta tiap tahun untuk pengeluaran bensin jenis Pertalite. Biaya ini tentu bisa bertambah jika jenis bensin yang dikonsumsi lebih mahal.
Selain itu, dari segi lingkungan ada penurunan emisi CO2 sebesar 0,64 ton per tahun. Efek ini akan makin besar jika peserta konversi lebih banyak.
Pemerintah sendiri menargetkan akan ada 6 juta motor listrik konversi dari total 150 juta motor yang beredar di Indonesia pada 2025 nanti.
Konversi Motor Listrik Gerakan Ekonomi
Di sisi lain, konversi ini juga disebut bisa menggerakan perekonomian kerakyatan. Termasuk UMKM seperti bengkel atau workshop lokal.
Sebab secara detail, produk konversi kit untuk mengalihkan sumber penggerak sudah harus memiliki TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sebesar 40 persen.
Selain itu, bengkel atau workshop yang sudah bersertifikasi untuk menggarap konversi ini sudah mencapai 24 buah. "Jumlah ini akan terus meningkat untuk mengejar target konversi tersebut," ucap Senda.
Minimnya minat masyarakat diakui Senda karena biaya konversi masih terbilang tinggi, sekitar Rp 17 jutaan.
Sehingga masyarakat masih butuh menyiapkan dana hingga Rp 10 juta diluar motor untuk konversi tersebut. Dengan catatan, persyaratan insentif konversinya diterima.
"Mahalnya biaya dikarenakan harga baterainya yang memang tinggi. Sehingga kami tengah menunggu adanya investor untuk menyiapkan skema baterai swap (tukar pakai)," urainya.
Dengan skema baterai swap, pengguna tak perlu membeli baterai penuh. Cukup menukarkan saja, seperti sistem yang dijalani pemilik tabung gas.
Bisa juga sistem trade in seperti yang dilakukan PLN. Hal ini menurutnya bisa membuat biaya konversi lebih murah.
Infrastruktur Masih Kurang
Tak dipungkiri juga jika infrastruktur pendukung motor listrik masih sangat kurang di Indonesia. Efeknya masyarakat masih enggan memakai motor listrik.
Terutama untuk pengguna jarak jauh, atau yang berada di luar wilayah kota.
Dari data yang dihimpun Kementerian ESDM, hingga April 2023 baru ada 842 unit SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik di Indonesia) di 488 lokasi.
Sementara SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) baru berjumlah 1.331 unit di 1.282 lokasi.
Meski demikian, angka tersebut juga dikatakannya akan terus bertambah.