Seiring perkembangan teknologi di jagat otomotif, membuat kita harus beradaptasi terhadap banyak fitur baru di mobil. Hal ini juga kadang membuat beberapa kebiasaan lama mulai terlupakan. Misalnya saja panasin mesin mobil selama beberapa menit, kini apakah masih diperlukan?
Teknologi mesin telah mengalami evolusi tidak hanya dalam hal performa dan efisiensi bahan bakar, tetapi juga dalam hal daya tahan. Akibatnya, ilmu yang tadinya masuk akal dengan mesin konvensional kini tidak lagi valid, dan dalam beberapa kasus bisa jadi tidak relevan.
Lantas, apa saja fakta dan kebiasaan yang memang perlu dilupakan dari para pengemudi mobil baru? Mari kita bahas satu persatu.
Tren yang muncul beberapa tahun terakhir yaitu mobil kecil ramah lingkungan seperti LCGC semakin banyak penggunanya, terutama di kota besar. MPV pun kapasitas mesinnya dibuat 'ngepas' antara 1.300-1.500 cc. Tujuannya supaya bisa berkendara dengan hemat BBM.
Efisiensi bahan bakar yang bagus di jalan raya, bukan cuma disebabkan karena performa mesin yang memang irit. Tingkat efisiensi bergantung pada cara Anda mengemudi dan kondisi lalu lintas.
Efisiensi bahan bakar bahkan bisa sekitar 20% lebih baik di jalan bebas hambatan daripada di jalan biasa. Hal ini tentu jadi benefit laea pemilik mobil yang kapasitasnya di atas 2.000 cc sekalipun.
Tingkat efisiensi bahan bakar mesin tidak berarti lebih baik pada rentang kecepatan tinggi daripada kecepatan rendah hingga sedang. Perlu kamu ketahui, efisiensi bahan bakar mesin itu sendiri paling baik pada kecepatan konstan kendaraan sekitar 70km/jam, dan konsumsi bahan bakar cenderung boros saat kita memacu mobil dengan kecepatan di atas atau dibawahnya.
Rendahnya tingkat konsumsi bahan bakar di jalan bebas hambatan bisa cukup bagus karena kita hanya sedikit melakukan akselerasi dan deselerasi. Kendaraan berjalan pada kecepatan hampir konstan dan tidak berhenti.
Saat berkendara di jalan biasa, kita akan menemulan kemacetan lalu lintas dan ada lampu lalu lintas. Jadi situasi berkendara stop-and-go memaksa kita lakukan akselerasi dan deselerasi berulang-ulang. Lebih banyak energi diperlukan saat memulai dan berakselerasi, menghasilkan konsumsi bahan bakar yang lebih buruk.
Bisa kita ambil kesimpulan kalau situasi berkendara yang konstan di jalan tol ini cukup bersahabat bagi banyak jenis kendaraan, tak cuma mobil yang kapasitas mesinnya kecil. Dalam situasi berkendara jarak jauh melewati jalan tol, mesin besar di atas 2.000 cc bahkan nyaris bisa menyamai iritnya mesin 1.500 cc.
Saluran pembuangan atau knalpot ini fungsinya tak cuma menyalurkan emisi gas buang dari mesin tapi bisa meningkatkan performa. Banyak pengguna mobil beranggapan desain knalpot bawaan mobil yang berliku malah menghambat performa. Mereka menilai kalau pipa berliku membuat pembuangan jadi tersendat.
Kalangan awam terutama pengguna mobil lawas pun menganggap kalau desain pipa knalpot yang lurus minim lekukan jadi lebih baik. Ini karena gas buang bisa mengalir lebih lancar tanpa hambatan. Padahal pabrikan mobil merancang pipa knalpot ini banyak lekukan tentu ada maksudnya.
Desain berliku dibuat supaya gas buang memberi efek tendangan balik ke mesin. Bahasa gampangnya, kalau knalpot dibikin lurus maka tenaga jadi ngempos. Tarikan memang terasa enteng pada putaran tertentu namun mobil larinya kurang bertenaga.
Dengan menggunakan desain pipa knalpot yang lurus, hasilnya cuma meningkatkan tenaga di kecepatan tinggi, tetapi torsi pada kecepatan rendah dan menengah agak berkurang. Jadi kita tidak perlu mengikuti asumsi ini karena insinyur perancang mobil punya pertimbangan yang matang. Para produsen knalpot aftermarket kenamaan juga telah merancang produknya sesuai kebutuhan tertentu.
Hal yang cukup lumrah dilakukan banyak orang untuk menaikkan oktan bahan bakar tapi sambil berhemat yaitu dengan oplos bensin. Rumusnya dengan perbandingan 1:1, misalnya beli Pertalite 10 liter dan Pertamax Turbo 10 liter. Perhitungan kasarnya untuk nilai oktan yaitu (90-98):2=94.
Sementara itu untuk harganya bisa lebih murah dari Pertamax, dimana harga rata-rata campuran Pertalite dengan Pertamax Turbo yaitu (Rp7.650+Rp9.850):2=Rp8.750. Hasilnya bisa lebih murah dari Pertamax tapi dengan angka oktan yang lebih tinggi.
Namun ternyata hal tersebut tidak dianjurkan untuk dilakukan setiap waktu. Ini karena adanya perbedaan struktur molekul, konstruksi mineral dan chemical hingga kandungan octane booster yang bisa saja berbeda. Kondisinya makin parah kalau kita mencampur berbeda merek.
Cara oplos oktan ini kadang dilakukan sebagai 'dopping' dengan tujuan supaya tarikan mobil lebih bertenaga. Namun sebenarnya, bisa 'mengacaukan' sistem ECU dalam mengatur kombinasi bensin dan udara. Nah, cara ini memang perlu dilupakan oleh pemilik mobil karena risiko jangka panjangnya.
Kondisi ini bisa menjadikan mobil knocking, hingga merusak ruang bakar dan piston. Ecu jadi berpikir lebih sulit untuk menyesuaikan kombinasi bensin dan udara sebagai efek bahan bakar oplosan ini.
Mobil zaman dahulu perlu dipanasi dengan tujuan supaya oli bersirkulasi dalam mesin. Seiring kemajuan teknologi, oli bisa lebih mudah bersirkulasi walaupun kondisi mesin yang masih dingin. Ini membuat banyak orang berpikiran kalau memanaskan mesin jadi hal yang mubazir, karena buang-buang bahan bakar.
Padahal panasin mobil setiap akan digunakan itu tetaplah perlu. Sambil manasin mobil, kita bisa menyalakan ac supaya kabin lekas sejuk saat kita mulai berkendara. Selain itu saat mesin menyala idle, kita bisa sambip mengecek kondisi mesin apakah ada suara aneh dan tak lazim.
Apabila muncul suara aneh yang mencurigakan, kita bisa mengecek asal penyebabnya. Bila kondisinya ternyata cukup parah, kita bisa urung memakai mobil ketimbang nanti tiba-tiba mengalami mogok di jalan. Jadi, manasin mobil tujuannya lebih ke persiapan dan pengecekan singkat sebelum berkendara.
Kemajuan manufaktur otomotif membuat pabrikan mobil bisa memproduksi mesin dengan tingkat presisi tinggi. Hasilnya, mobil yang masih baru bisa langsung digunakan tanpa ada kendala. Sebaliknya, mobil jaman dulu butuh yang namanya inreyen alias break in yang bertujuan supaya kinerja mesin dan beberapa komponen bisa kian optimal.
Lantas, apakah inreyen di mobil baru ini perlu? Jawabannya iya, karena ada beberapa komponen yang butuh adaptasi terlebih dahulu supaya bisa mencapai kondisi kerja optimal. Inreyen ini tetaplah perlu dilakukan supaya menyesuaikan friksi atau gesekan dalam mesin.
Jadi, mesin tidak kaget akibat langsung digeber yang membuat usianya jadi kurang awet. Inreyen ini pada mobil keluaran baru juga lebih mudah karena mesin yang kian presisi. Caranya yaitu hanya menjaga putaran mesin tak lebih dari 4.000 rpm dan atur kecepatan jangan sampai berkendara dalam kecepatan tinggi.
Apabila kita sudah melakukan inreyen, kinerja mesin dan banyak komponen semakin optimal. Hasilnya pun bisa membuat konsumsi BBM bisa lebih efisien 2-3 persen, sehingga akan menguntungkan bagi pemakaian jangka panjang.
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
2021 Suzuki ERTIGA GL 1.5
5.727 km
1,5 tahun
Jakarta
2019 Toyota CALYA G 1.2
16.171 km
4 tahun
Jawa Barat
2020 Honda BRIO RS 1.2
18.587 km
3 tahun
Jakarta
2018 Suzuki ERTIGA GX 1.4
17.724 km
5,5 tahun
Jakarta
2019 Toyota CALYA G 1.2
12.488 km
3,5 tahun
Jakarta