Penjualan mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) di sejumlah negara di dunia rupanya terus mengalami penurunan.
Sementara itu, peminat mobil bermesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE) walau masih cukup dominan, tapi kian hari juga ikut mengecil.
Sebaliknya, tren kenaikan yang terjadi malah ada pada peminat kendaraan bermesin hybrid (Hybrid Electric Vehicle/HEV).
Apakah kondisi ini mencerminkan usia mobil listrik tidak akan panjang?
Baca juga: Eropa Proteksi Diri dari Produsen Mobil Listrik China, Pajaknya Dibuat Mahal
Satu dari beberapa negara yang mulai meninggalkan mobil listrik murni adalah Thailand, yaitu jika sebelumnya mencapai 31% dari total penjualan otomotif di negara tersebut tahun lalu, drop menjadi 20% pada periode yang sama di 2024.
Demikian laporan Global Automotive Consumer Study 2024 yang dilakukan Deloitte.
Ketika peminat mobil listrik turun, tren kendaraan hybrid malah semakin populer di negara tersebut dan mengalami peningkatan hingga mencapai 19 persen atau sedikit menyamai populasi BEV.
Sementara untuk pengguna mobil bensin maupun diesel, tetap jadi pilihan utama di Negeri Gajah Putih itu, hanya saja angkanya terus menurun dibanding periode yang sama tahun lalu.
Jika di tahun 2023 peminat mobil ICE ada di angka 50% maka sempat mengalami penurunan ke angka 36% dan tahun ini turun lagi menjadi 32 persen.
Survey yang dilakukan pada 2024 tersebut juga mengungkap fakta jika 78 persen dari pengguna mobil bensin dan diesel mengaku kalau mereka tetap bertahan dengan kendaraan ICE akibat khawatir akan jarak tempuh baterai dan juga lokasi charging station untuk mobil listrik.
Sebanyak 67% responden lainnya juga mengungkapkan alasan mereka tetap bertahan dengan mobil ICE karena takut ada kejadian atau kerusakan tak terduga pada kendaraan listrik.
Sementara 54 persen lainnya mengungkapkan memilih mobil dengan sistem pembakaran internal demi kemudahan perawatan termasuk perawatan yang bisa dilakukan sendiri di rumah.
Sementara itu 73 persen dari pengguna mobil hybrid maupun plug-in hybrid (PHEV) mengungkapkan kalau mereka memilih kendaraan itu demi makin menghemat biaya pembelian bahan bakar.
Adapun alasan lainnya adalah demi menghilangkan keraguan jarak tempuh karena mobil masih menggunakan mesin yang bisa diisi bahan bakar minyak (68%), dan alasan terakhir adalah keinginan mengurangi polusi (37%).
Dari sisi pengguna mobil listrik, alasan untuk bisa menghemat biaya bahan bakar menempati urutan pertama (73%), sementara alasan lainnya adalah khawatir terhadap dampak lingkungan (71%) dan alasan terakhir adalah khawatir terhadap kesehatan mereka sendiri dan keluarga serta menghemat biaya perawatan berkala (49%).
Baca juga: Tesla Dianggap Masih Paling Inovatif Dibanding Mobil China
Selain Thailand, survey yang dilakukan Rho Motion dan telah dipublikasikan pada Januari 2024 juga mengungkap kalau penjualan mobil listrik mengalami kemerosotan di sejumlah negara di dunia.
Jika pada 2022 penjualan kendaraan elektrifikasi bisa tumbuh sampai 60 persen dibanding tahun sebelumnya, maka pada 2023 peningkatan penjualannya cuma sebesar 31 persen.
Penurunan terbesar ada di pasar otomotif Jerman hingga mencapai hampir 50 persen sepanjang 2023 dibanding setahun sebelumnya, sementara penjualan HEV anjlok 19,6 persen.
Di sisi lain, penjualan kendaraan ICE pada periode yang sama di negara tersebut malah alami kenaikan 9,1% untuk mobil berbahan bakar gasoline, dan 9,5 persen untuk mobil diesel.
Kondisi yang sama juga terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga membuat dua pabrikan otomotif raksasa di negara tersebut, yakni Ford dan General Motors (GM) merevisi target tahunannya untuk pasar kendaraan listrik.
Faktor dicabutnya insentif pajak BEV oleh pemerintah Jerman dianggap jadi pemicu orang kembali melirik mobil ICE atau berpaling ke HEV maupun PHEV jika ingin tetap menikmati kendaraan elektrifikasi.
Sementara menurut sejumlah petinggi otomotif Jepang seperti Toyota, Honda, Subaru, Nissan, dan Mazda, pasar BEV diprediksi tidak akan linier bersama dengan pertumbuhan populasi kendaraan di dunia.
Ada kalanya akan naik tapi bisa saja turun, semua tergantung kebijakan pemerintah, karena itu gerombolan pabrikan Jepang ini menahan diri untuk mengupayakan kekuatan maksimal mereka demi perkembangan mobil listrik, meskipun bukan berarti enggan juga melakukan inovasi elektrifikasi.
Selain isu tersebut, beberapa alasan lain mengapa penjualan BEV seperti tak bergairah di sejumlah negara di Eropa termasuk Amerika Serikat adalah soal jaringan infrastruktur pengisian daya listrik baterai.
Bagi konsumen yang tinggal di kota-kota besar, tentu isu ini bukan jadi suatu masalah, tetapi saat kalian pergi ke daerah pedesaan, pinggiran kota, atau bahkan penduduk yang bukan kota besar, tentu ketersediaan charging station adalah problem yang utama.
"Meskipun ada banyak minat untuk membeli kendaraan listrik karena biaya perawatannya yang jauh lebih hemat, tapi kekhawatiran tentang infrastruktur pengisian daya menjadi hambatan bagi lebih banyak orang," kata Jennifer Benz, Vice Director Associated Press-NORC.
Kemudian survei McKinsey & Co baru-baru ini juga mengungkap hampir 50% atau tepatnya 46% pengguna kendaraan listrik di AS ingin kembali menggunakan mobil dengan bahan bakar konvensional.
Survei yang sama menemukan bahwa 21% partisipan tidak ingin membeli mobil listrik, yang sekaligus mengonfirmasi temuan terbaru dari penelitian lain.
Akibat sepinya pembeli yang menahan keinginan untuk konsumsi BEV, membuat sejumlah harga mobil listrik di AS mengalami penurunan cukup tajam sebagai strategi pabrikan untuk mempertahankan pangsa pasar.
Selain itu dipicu juga harga baterai sebagai komponen utama BEV tidak lagi semahal ketika mobil listrik diproduksi pada 2008 silam.
Baca juga: Presiden Jokowi Pastikan Hanya Mobil Listrik yang Boleh Masuk IKN
Balik lagi ke hasil survey Deloitte, meski masih menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang, sebenarnya stigma negatif terhadap mobil listrik yang rentan mengalami masalah sedikit demi sedikit mulai turun.
Hasil studi itu membuktikan, dibanding 2023, hingga pertengahan tahun ini kekhawatiran akan jumlah SPKLU (Stasiun Pengisian Daya Listrik Umum) berkurang dari sebelumnya 48% menjadi 46%.
Kemudian kekhawatiran akan kemampuan daya jelajah baterai EV juga menurun dari sebelumnya 44% menjadi 39% saja.
Lantas masyarakat juga mulai terbiasa kalau ngecas baterai mobil listrik bisa jauh lebih lama dibanding isi bensin, namun mereka berharap waktu pengisian daya ini maksimal ada di angka 40 menit.
Kebiasaan mengisi daya baterai di rumah menggunakan Home Charging juga masih menjadi pilihan utama para pengguna BEV.
Meskipun opsi menggunakan charging station umum baik yang terintegrasi dengan SPBU atau SPKLU mandiri alami peningkatan dari sebelumnya 26 persen di tahun lalu menjadi 34 persen sepanjang 2024.
Survey juga membeberkan fakta jika 44 persen dari responden berpendapat jika baterai EV selayaknya punya daya jelajah antara 300-499 kilometer (km) demi memudahkan mereka beraktivitas.
Baca juga: Keterbatasan Daya Baterai Jadi Tantangan Masyarakat Menggunakan Mobil Listrik
Deloitte yang juga melakukan survei bukan hanya di Thailand tapi beberapa negara di Asia Tenggara (ASEAN) mengungkap beberapa fakta terkait keputusan untuk membeli mobil.
Kelengkapan fitur pada kendaraan masih menjadi poin pertama yang diperhitungkan, bahkan persentasenya alami peningkatan dari 49% di 2023 menjadi 53 persen di tahun ini.
Kemudian performa kendaraan itu adalah faktor kedua yang jadi bahan pertimbangan, juga alami peningkatan dari sebelumnya 26 persen menjadi 51 persen.
Terakhir masalah harga, kalau tahun lalu faktor harga hanya 18%, maka kini menjadi 47% pertimbangan seseorang sebelum membeli mobil.
Yang menarik adalah faktor keakraban merek menurun dari sebelumnya 33% jadi 31%, begitu juga dengan citra merek mobil tersebut kalau sebelumnya dipertimbangkan sebanyak 37 persen calon pembeli, berkuran jadi 34 persen.
Kemudian survei tersebut juga menemukan konsumen di Thailand, Malaysia, Vietnam, hingga Filipina menginginkan mobil yang punya teknologi baru (52%) ingin mencoba sesuatu yang baru (49%) dan mencari mobil yang terjangkau (36%).
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
{{variantName}}
{{expSellingPriceText}}
{{carMileage}} km
{{registrationYear}} tahun
{{storeState}}