Industri Komponen Otomotif Nasional Terhimpit Disrupsi Mobil Listrik
Adit · 18 Okt, 2021 15:08
0
0
Pemerintah Indonesia tengah mengakselerasi popularisasi mobil listrik. Sejumlah pabrikan telah menunjukkan komitmennya berinvestasi lebih untuk mengembangkan dan memproduksi kendaraan listrik di Indonesia.
Hal ini buah dari komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris melalui ratifikasi penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen secara mandiri pada 2030. Targetnya ada 600 ribu mobil listrik dan lebih dari 2,4 juta unit motor listrik bisa mengaspal di Nusantara.
Proyeksi jangka panjang terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2040 Indonesia hanya menjual motor listrik kemudian dilanjut pada 2050 diharapkan tak ada lagi mobil bermesin yang dijual, demikian petikan dalam keterangan resmi.
Namun sejumlah pihak menilai pembangunan ekosistem mobil listrik bisa terhambat karena beberapa hal. Misalnya pengetahuan masyarakat yang masih kurang soal teknologi, pemahaman mengenai limitasi, hingga karakteristik seputar kendaraan listrik.
Belum lagi dari sisi dukungan industri komponen yang butuh waktu penyesuaian sampai benar-benar bisa memproduksi perangkat, atau komponen yang dibutukan di mobil listrik murni.
Industri bukannya belum siap. Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen mengatakan, pabrik komponen mobil butuh waktu peralihan karena tak semuanya memproduksi part yang dibutuhkan mobil maupun motor listrik.
"Ada anggota kami masih optimis karena masih membuat komponen yang akan dipakai, walaupun harus didesain ulang misalnya rem karena adanya sistem elektromotor dengan fungsi berbeda, kemudian AC juga tentu ada penyesuaian karena beda sumber tenaga," ujarnya dalam diskusi virtual belum lama ini.
Beda ceritanya para industri pembuat komponen pendukung kerja mesin pembakaran internal seperti tangki bensin, exhaust valve, filter, dan lainnya yang tidak lagi digunakan di mobil listrik. Mau tidak mau supaya tetap bisa bertahan di era disrupsi, harus langsung bisa menyesuaikan diri dengan memproduksi part baru.
"Dari jumlah anggota kami, itu 28 persen langsung terdampak atau saat ini membuat komponen untuk mesin yang nantinya tidak ada. Sisanya 19 persen mereka harus mendesain ulang atau melihat kemungkinan tetap bisa dipakai (di mobil listrik). Jadi 47 persen dari anggota kami harus waspada atau mempersiapkan diri mulai hari ini," lanjutnya.
Sambut Era Mobil Listrik Bisa Diawali Kendaraan Hybrid Dulu
Meski demikian, Hamdhani menegaskan semua industri tadi memiliki prospek yang cerah apabila peralihan mobil listrik dilakukan bertahap. Artinya menapaki teknologi hybrid dulu, sebagai upaya bagi industri beradaptasi dan menyesuaikan kemampuan produksinya.
Karena mobil hybrid ibarat setengah mesin setengah motor listrik, industri yang sebelumnya masih memproduksi perangkat mesin, bisa sembari memfokuskan pada pembentukan kompetensi, serta sumber daya manusia dalam pengembangan komponen yang dibutuhkan di kendaraan listrik. Terlebih jika tujuannya juga mengincar kemandirian teknologi hilirisasi industri.
"Beberapa pemain komponen global sudah terikat OEM (Original Equipment Manufacturer) sebagai pembuat komponen utama (mobil listrik), sehingga kami yang belum terikat harus melakukan usaha sendiri, makanya kami lebih prefer hybrid dan plug-in hybrid. Ini bukan berarti kami pro ke merek-merek tertentu. Sebab, masa transisi ini dibutuhkan agar kami punya waktu untuk membangun kompetensi. Kalau langsung ke BEV, waktunya sangat terbatas,” tegas dia.
Industri Mobil Listrik Masih Tunggu Kesiapan
Ketua V Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Shodiq Wicaksono mengatakan, mobil listrik merupakan solusi menekan ketergantungan atas bahan bakar fosil. Selain itu juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi.
Akan tetapi, ada beberapa tantangan lain yang harus dihadapi. Seperti keterbatasan infrastruktur pengecasan, industri komponen baterai masih dalam proses pembangunan, serta harga mobil listrik yang masih mahal. Sehingga baru segelintir orang yang bisa memilikinya.
“Saya kira pengalihan teknologi kendaraan berbasis motor ke kendaraan listrik sebaiknya berjalan secara alami. Hal penting adalah tingkat permintaan pasar yang tepat sangat penting untuk mencapai skala ekonomi," katanya dalam kesempatan yang sama.