Salah satu generasi Honda Accord yang kini kembali naik daun yaitu Accord Maestro.
Dengan segala kenyamanan dan kenyamanan terbaik yang jadi kelebihan Honda Accord Maestro, menjadikannya layak disejajarkan dengan Mercedes-Benz E-Class di era 90-an.
Apakah itu berlebihan? Tidak juga kok mengingat E-Class seri W124 punya banyak tipe.
Untuk Accord Maestro ini layak disejajarkan dengan E220 atau 230E, bahkan, Accord Maestro unggul di sisi fitur AC yang telah memakai auto climate seperti mobil keluaran baru.
Penasaran seberapa kerennya sedan bongsor yang pasaran bekasnya cuma Rp40 jutaan ini?
Mari kita bahas lebih lengkap kelebihan dan kekurangan Honda Accord Maestro dalam tulisan di bawah ini.
Sebelum membahas kelebihan dan kekurangan Honda Accord Maestro, kita coba kulik lebih dulu apa saja hal yang menarik dari generasi keempat Honda Accord ini.
1. Sedan Medium yang Lega
Honda Accord CB7 atau yang disebut sebagai Accord Maestro hadir dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan Accord generasi terdahulu dengan penamaan familiar, Accord Prestige.
Walau life cycle-nya cuma sebentar, yaitu 1990-1993 namun Accord Maestro dikenang sebagaio sedan yang nyaman dengan mesin cukup powerfull.
Selain itu Maestro juga banyak dipilih lantaran menyajikan kenyamanan berkendara, baik untuk pengemudi maupun penumpang belakang.
Wheelbase yang mencapai 2.720 mm dan panjang bodi 4.685 mm membuat kabinnya lega, atau mungkin yang terluas di segmen sedan sekelasnya.
Accord Maestro pre facelift yang diproduksi pada rentang 1990-1992 mengusung mesin 2.0 liter karburator.
Pada tahun 1991, Honda menawarkan Accord dengan teknologi 4WS (4 Wheel Steering) dengan populasi yang sangat terbatas.
Pada tahun 1992 Honda Accord ini mengalami minor change dimana fuel injection PGM-FI jadi perangkat standar pada semua unit.
Mesin 2.0 liter PGM-Fi yang mampu memproduksi 110 hp jadi andalan Accord Maestro.
Tampilan eksterior Honda Accord Maestro terlihat pipih, namun bagian atap mobil ini masih tetap agak tinggi dan kaca-kacanya yang lebar.
Ini membuat pandangan saat nyetir mobil ini terlihat luas juga karena pilar-pilarnya yang kecil.
Interior berkualitas tinggi mencitrakan kesan mewah dan solid, dimana kita masih bisa merasakan panel interior dengan lapisan softpad yang lembut dan empuk.
Meskipun tak pakai wood panel, tapi interiornya terkesan solid, bukan seperti Honda zaman sekarang yang dikenal sering mengurangi fitur untuk produk versi Indonesia.
Duduk di kursi Accord Maestro pun kita serasa duduk di sofa, apalagi di kursi belakang yang luas. Lapisan beludru di kursi begitu lembut, dan bahkan jadi pelapis di plafon.
Joknya sangat nyaman menopang pinggul dan punggung, dengan legroom dibelakang pun masih sangat nyaman.
Kualitas beludrunya pun untuk mobil berumur 21 tahun masih cukup awet dan tidak belel.
Inilah bukti kalau Honda jor-joran dan masih royal untuk memproduksi sedan terbaik mereka supaya awet dipakai.
Bicara fitur, inilah poin positif berikutnya dari Accord Maestro.
Pertama, fitur AC auto climate single zone, fitur yg baru tersedia di Accord Maestro versi injeksi, hal yang benar-benar advance di zaman 90-an dulu.
AC di Accord Maestro tergolong bandel karena sampai sekarang masih bisa dinikmati kesejukannya dengan prima dan hembusannya bisa dirasakan sampai ke belakang.
Panel AC ini juga cukup unik dan keren, karena bisa kita tutup supaya konsol tengah terlihat rapi tanpa banyak tombol-tombol. Tak kalah menarik yaitu pada panel instrumen di dashboard Accord Maestro.
Speedometernya masih bergaya analog ala 90an, tapi kerennya sudah dilengkapi indikator 'individual door'.
Jadi kita tahu pintu mana yang masih terbuka/kurang rapat, dan baru banyak ditemukan di mobil jaman sekarang yang punya fitur tersebut, contohnya di Toyota Sienta tipe Q.
Nilai plus lain yang bisa kita nikmati dari sebuah Accord Maestro dengan usia nyaris 30 tahun yaitu performa mesin yang jempolan.
Dimulai dari edisi pertama keluaran 1990 bermesin 2.000 cc dengan rasio kompresi 9,1:1 dan karburator sebagai pemasok bahan bakar, sanggup menghasilkan tenaga sebesar 115 Hp pada 5300 rpm dan torsi 150 Nm pada 3500 rpm.
Pada tahun 1992, Honda mengganti karburator Maestro dan menggantinya dengan sistem injeksi PGM-Fi.
Mesin yang dipakai kodenya berubah menjadi A20NA, masih dengan 2.000 cc SOHC 16 valve namun rasio kompresi dinaikkan menjadi 9,5:1 dan penggunaan sistem injeksi elektronik. Tenaga maksimum yang diraih adalah 133 hp pada 5.300 rpm dan torsi 179 Nm pada 5.000 rpm.
Angka tenaga segitu termasuk cukup besar pada era 90-an, sedikit lebih besar dari W124 230E bermesin 2.300 cc dengan tenaga 131 hp pada 5.100 rpm dengan torsi 198 Nm pada 3.500 rpm. Urusan lari, Maestro tak bisa dipandang sepele.
Terlepas dari segala keunggulannya, sebuah kendaraan pasti punya juga kelemahan, tak terkecuali pada Accord Maestro ini.
Berikut beberapa kekurangan Honda Accord Maestro sebagai bahan pertimbangan jika Anda hendak membelinya.
1. Mesin Ber-cc Besar Banyak Minumnya
Accord Maestro naik daun karena menjadi salah satu mobil era 90-an yang relatif minim masalah.
Tetapi dengan mesin 2.000 cc dan tenaga besar, konsekuensi yang harus ditanggung oleh pengguna Honda Accord Maestro ialah konsumsi bahan bakar yang lumayan boros apalagi pada versi karburator yaitu hanya mencapai 8 km/liter saja.
Dengan harga antara Rp40-50 juta untuk pasaran harga bekasnya, menimbang kelebihan dan kekurangan Honda Accord Maestro, kami rasa harganya tak terlalu mahal bila dibandingkan dengan kenyamanan maupun performa yang disajikan.
Dari sisi desain mungkin sudah ketinggalan zaman, tapi kenyamanannya masih pantas diadu dengan sedan keluaran terbaru apalagi jika pilih Accord Maestro transmisi matic yang unitnya tergolong jarang.
Jangan khawatir soal perawatannya, matic mobil Honda keluaran era 90-an tergolong badak sehingga minim masalah.
Cukup melakukan penggantian oli transmisi secara rutin untuk menjaga kinerja transmisi tetap optimal.
Berpengalaman di beberapa media online. Bermula menjadi reporter otomotif di situs yang lain hingga kini menjadi Editor di Autofun Indonesia. Penghobi mobil lawas dan anak 90-an banget.
FB:Yongki Sanjaya Putra