Misal seperti sedang ingin menyalip atau saat melewati jalur tanjakan terjal, motor matic yang ‘ngeden’ karena rpm rendah bisa lebih responsif ketika rasio CVT dibuat ringan.
Ini karena putaran mesin lebih mendekati tenaga dan juga torsi puncak dari mesin.
Teknologi ini beda dengan sistem DCT atau Dual Clutch Transmission yang dimiliki moge Honda, justru lebih mendekati teknologi gigi virtual pada transmisi CVT mobil matic.
Bedanya teknologi YECVT ini baru bisa sekadar memberi sensasi ‘downshift’ ketika mesin terasa ‘ngeden’ atau berat saja ya.
Belum ada fitur untuk gigi virtual 6 percepatan atau 7 percepatan seperti pada mobil.
Terdapat 3 pilihan shift di sini, tapi fitur ini baru bisa bekerja ketika putaran mesin sudah berada di atas 3.000 rpm.
Shift 1 baru bisa dipakai sekitar 3.500 rpm karena harus nunggu kampas ngembang, kalau tak ngembang maka torsi tidak akan dapat.
Shift 2 sekitar 5.000 rpm, karena kita butuh torsi tambahan, jadi rasio turun maka rpm makin tinggi.
Diameter pulley depan lebih besar 10 mm
"Shift 3 di 8.000 rpm ke atas, ini rasio paling ringan dan rpm paling tinggi,” ujar Ferry Nurul Fajar dari tim Technical & Education PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing.
Teknologi ini hanya dimiliki pada varian NMax “Turbo”, NMax “Turbo Techmax, dan NMax “Turbo” Techmax Ultimate saja.
Untuk NMax Neo dan NMax Neo S Version masih menggunakan CVT biasa, basic mesinnya diambil dari Lexi LX155.
Penyesuaian Komponen Yamaha NMax "Turbo"
Adanya teknologi baru pada primary sheave membutuhkan beberapa penyesuaian pada komponen lainnya agar dapat bekerja maksimal.
Yang pertama adalah diameter pulley depan yang lebih besar 10 mm dibandingkan NMax lawas.
Ini membuat rentang rasio menjadi lebih luas karena V-Belt bisa berada di posisi lebih tinggi.
Diameter pulley depan dikombinasi dengan V-Belt baru dengan kode B9Y, panjangnya sama namun lebih lebar 0,8 mm atau menjadi 24,9 mm dibandingkan generasi sebelumnya.
Kemudian ada perubahan pada center spring atau per CVT, mulai dari dimensinya yang lebih panjang dari awalnya 112,8 mm menjadi 161,5 mm.
Tingkat kekerasan pernya juga berbeda, dari yang awalnya 284 newton menjadi 447 newton yang cukup keras.
“Per 2 kali lipat lebih keras, biar lebih responsif. Jadi pergerakan YECVT responsif saat turunkan rasio, nah secondary sheave ini juga harus cepat responnya untuk ikuti pergerakan yang depan, makanya per dibuat lebih keras.”
“Kampas kopling juga dibuat lebih tebal dan per sentrifugal lebih keras, kalau mangkok kopling gak ada perubahan,” tambah Ferry.
Mulai menjadi jurnalis otomotif & test rider sejak tahun 2015, ketertarikan terhadap dunia otomotif terutama sepeda motor jadi pemicunya. Berkendara, touring, hingga balap sepeda motor menjadi hal yang melekat dan dilakukan sampai saat ini.
Facebook: Fariz Ibrahim
Instagram: @farizibrahim17