Tujuannya untuk melihat terpaan angin, setelah itu bodi diubah untuk dapat melindungi kaki pengendara di area dengkul agar tidak kena terpaan angin selama berkendara.
Lalu ada penurunan bobot sebanyak 3 kg hasil diet dari beberapa komponen, seperti bobot mesin yang kini lebih ringan 0,4 kg.
Kemudian penggantian bahan rear grip atau behel belakang dari besi dibalut karet tebal menjadi glass fiber reinforced polypropylene, ini mengurangi berat sebanyak 0,6 kg.
Bahkan untuk varian CBS, Deluxe Smart Key, dan Street sudah tidak dilengkapi dengan kick starter atau selahan, ini mengurangi bobot mencapai 1 kg.
PT Astra Honda Motor (AHM) pun menjabarkan, kalau BeAT terbaru ini lebih ringan 3 kg, banyak banget!
Dari yang awalnya tipe ISS ada di angka 90 kg kali ini jika dibandingkan dengan tipe Deluxe beratnya hanya 87 kg.
Tipe CBS dengan harga Rp 18,430 juta OTR DKI Jakarta hadir dengan pilihan warna Jazz White Black, Hard Rock Black, dan Funk Red Black.
Kemudian ada tipe Deluxe yang punya pilihan warna Deluxe Matte Silver dan Deluxe Black, harga jualnya Rp 19,300 juta OTR DKI Jakarta.
Paling tinggi ada tipe Deluxe Smart Key dengan harga jual Rp 19,830 juta OTR DKI Jakarta, pilihan warnanya ada Deluxe Matte Black, Deluxe Matte Green, dan Deluxe Matte Blue.
Posisi Berkendara Identik
Saat pertama kali duduk, rasanya tidak jauh berbeda ketika disandingkan dengan generasi pendahulunya.
Dengan tinggi tempat duduk 742 mm tentu saja tidak ada masalah berarti bagi postur 170 cm untuk menapakkan kedua kaki, bahkan dengkul masih bisa menekuk.
Kalau setang tidak banyak perubahan, masih terasa tinggi dengan lekuk setang yang cukup mengarah ke pengendara.
Ini membuat posisi lengan dan pundak terasa santai karena tegap, untuk pengendalian juga mudah dan saat putar balik tidak sampai membuat lengan seperti ditarik.
Handling Lincah Honda BeAT 2025
Kesan ringan dan kompak sehingga menjadi sebuah matic yang mudah digunakan terus dikuatkan pada BeAT.
Tentu saja dengan pengurangan bobot tersebut mencapai 3 kg membuat handling dari BeAT 2025 ini semakin ringan juga lincah.
Hasilnya cukup positif karena dengan begitu pengendaranya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk mengendalikan motor ini.
Apalagi saat digunakan merayap di kemacetan, sehingga bisa dikatakan kalau motor ini kian bersahabat terutama untuk para pengendara wanita.
Untuk diajak ‘melahap’ tikungan di jalur pengetesan, rasanya bukan menjadi masalah karena motor ini sangat nurut ke mana pengendaranya ingin menuju.
Karena handlingnya yang lincah dan cukup presisi, jadi tidak jarang selama pengetesan standar samping sampai ‘gasruk’ aspal ketika menikung, asik banget!
Karakter suspensinya yang depan masih memiliki travel cukup panjang sehingga jarang bottoming.
Hanya saja memang sedikit limbung ketika menikung cepat, namun sisi positifnya suspensi depan ini bisa menyerap jalan tidak rata dengan baik.
Kalau suspensi belakang terasa sedikit lebih stiff dibandingkan yang depan, wajar saja karena memang suspensi belakang kerjanya lebih berat karena harus menopang beban lebih.
Untuk pengendara 60 kg memang agak terasa kaku, namun rasanya akan pas ketika dipakai berboncengan, padahal rasa kaku ini bisa diminimalisir andai busa joknya lebih empuk.
Sistem rem tidak ada perubahan, tetap menggunakan rem depan cakram diapit kaliper 1 piston dan rem tipe tromol di belakang.
Meskipun secara garis besar tetap menggunakan mesin 1 silinder, SOHC 2 katup, injeksi, eSP.
Kapasitas murni mesinnya 109,5 cc hasil dari kombinasi diameter piston 47 mm dan panjang langkah 63,1 mm.
Rasio kompresinya cukup rendah karena hanya 10:1 sehingga dapat menenggak bensin dengan RON rendah.
Perbedaan bisa langsung dilihat dari data spesifikasinya yang mana torsi maksimal turun 0,1 Nm dari yang awalnya 9,3 Nm di 5.500 rpm dan kini menjadi 9,2 Nm pada 6.000 rpm.
Sedangkan untuk tenaga maksimalnya tetap berada di angka 9 ps yang bisa diraih di 7.500 rpm.
Dari pemaparan Sarwono Edi selaku Technical Service Division AHM memang ada sedikit perubahan dari karakter tenaganya.
“Hasil perubahan setingan ECM, selebihnya masih sama. Jadi di rentang putaran rendah dan tengah yang sering digunakan konsumen lebih dioptimalisasi, sesuai dengan kebutuhan pasar,” ujarnya.
Untuk menyesuaikan perubahan tersebut ada sedikit perbedaan pada area CVT seperti dimensi kampas kopling yang sedikit lebih pendek.
Dan penggunaan bahan collar spring atau dudukan per CVT berbeda, yang kini terbuat dari plastik keras.
Perubahannya memang tidak terlalu signifikan, ada rasa yang sedikit lebih ‘mendorong’ saat mulai jalan dari keadaan berhenti.
Namun tetap untuk putaran tengah terasa agak lambat, kecepatan terus naik tapi tidak terlalu cepat, meski begitu tetap dapat meraih kecepatan 80 km/jam di jalur pengetesan yang cukup terbatas.
Selebihnya mesin ini tetap terdengar halus dengan suara silencer ‘garing’ yang khas, getaran mesin juga tetap minim baik di handgrip, jok, maupun dek pijakan kaki.
Jadi penasaran untuk mengujinya langsung di atas mesin dyno dan tes akselerasi untuk melihat perbedaan dari generasi sebelumnya!
Mulai menjadi jurnalis otomotif & test rider sejak tahun 2015, ketertarikan terhadap dunia otomotif terutama sepeda motor jadi pemicunya. Berkendara, touring, hingga balap sepeda motor menjadi hal yang melekat dan dilakukan sampai saat ini.
Facebook: Fariz Ibrahim
Instagram: @farizibrahim17