Indonesia Jangan Paksakan Stop Jual Mobil Konvensional di 2050, Harga Mobil Listrik Masih Kemahalan
Adit · 23 Des, 2021 16:08
0
0
Indonesia mau stop jual mobil mesin konvensional di 2050
Semua kendaraan roda empat nantinya adalah mobil listrik
Harga mobil listrik harus di bawah Rp300 juta
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu menyatakan akan berhenti menjual mobil mesin konvensional pada 2050. Hal tersebut tertuang dalam peta jalan atau roadmap menuju target nol emisi (net zero emission) di 2060.
Bukan cuma roda empat, dalam peta jalan juga disebutkan pada 2040 Indonesia juga akan menghentikan penjualan motor konvensional. Kemudian tidak ada pembangkit listrik tenaga diesel yang beroperasi, demi mencapai netralitas karbon.
Dengan adanya rencana jangka panjang tersebut, mau tidak mau perusahaan yang berada di rantai industri ini mulai berbenah alih kompetensi. Ini tentunya menjadi sorotan bagi industri otomotif nasional.
Salah satunya Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam yang merespons rencana tersebut. Menurutnya Toyota bersiap menuju net zero emission lewat pengembangan teknologi pengurangan emisi karbon.
"Menurut saya 2050 suatu keniscayaan bahwa kita harus berupaya merealisasikan zero karbon. Jadi jika sudah dicanangkan, yang penting kita membuat milestone tonggak pencapaian setiap tahunnya, apa yang harus dilakukan dan siapa melakukan apa, itu yang jadi target utamanya," katanya dalam diskusi virtual belum lama ini.
Untuk mencapai itu, Bob mengatakan bisa menggunakan banyak cara. Seperti saat ini, berbagai inovasi dihadirkan untuk membuat emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan terus berkurang. Ke depannya, sejalan penggunaan produk elektrifikasi maupun flexy engine, semua target tadi memungkinkan terealisasi.
"Yang penting emisinya yang dinolkan, teknologi bisa berkembang. Sekarang ICE (Interncal Combustion Engine) juga sudah mulai exercise menggunakan hidrogen yang bisa mengurangi emisi. Jadi jangan sampai kita misleading," lanjutnya.
Respons Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara juga menanggapinya. Menurut Kukuh, peralihan dari penggunaan mobil bermesin pembakaran internal ke listrik butuh waktu dan tidak singkat.
"Agak sulit dipaksakan, contohnya kita punya pengalaman mengenalkan transmisi otomatis. Memang lebih nyaman tapi lebih mahal, makanya perlu waktu lebih dari 10 tahun sampai akhirnya banyak yang mengadopsi. Contoh lain perubahan 2-tak ke 4-tak atau karburator ke injeksi, jadi memang mau nggak mau perlahan beralih ke sana," ujarnya di sesi diskusi virtual Forwot, Rabu (22/12).
Menurutnya transisi mobil konvensional ke elektrifikasi, hidrogen, maupun fuel cell nantinya tidak dapat dipaksakan dan tergantung dari penerimaan pasar, yang bergantung pada kebiasaan maupun kebutuhan.
Terlebih daya beli masyarakat terhadap jenis kendaraan tersebut yang masih rendah. Bayangkan, mobil hybrid termurahnya masih di kisaran Rp450 hingga Rp500 juta. Sementara mobil listrik ada yang di atas Rp1 miliar. Sedangkan daya beli masyarakat mayoritasnya di bawah Rp300 juta.
Ini juga berkaitan dengan GDP (Gross Domestic Product) per capita Indonesia yang masih di bawah 4 ribu dolar AS. Thailand sudah menuju 7 ribu dolar AS. Adapun Norwegia, nergara yang sekarang sudah mewajibkan penjualan mobil listrik sepenuhnya berada di level 67 ribuan dolar AS.
Sehingga menurut Kukuh, ekosistem penggunaan mobil listrik bisa diterapkan apabila produknya sesuai pasar. Kemudian didukung oleh infrastruktur yang memadai agar kendaraan tepat guna.
"Terkait dekarbonisasi, ini bisa berjalan alamiah, karena tidak semata-mata ketersediaan teknologi, tapi juga penerimaan teknologo tersebut atau nggak. Kalau nggak nyaman masyarakat cenderung menolak, jadi kita serahkan ke pasar dan berkaitan harga, GDP kita masih rendah sementara harga mobil listrik masih tinggi," ujarnya.