Butuh waktu lama agar jaringan charging station tersebar merata seperti SPBU
Kondisi tersebut, kata Platt, seakan memaksa masyarakat untuk membeli EV.
Padahal ia percaya, tidak semua konsumen mau beralih ke mobil listrik.
Pasar Belum Siap dengan Mobil Listrik
Dikutip dari Autofun Thailand, Gill Platt dalam wawancara tersebut juga menjelaskan, sebenarnya industri otomotif belum siap untuk beralih menggunakan kendaraan listrik murni dalam waktu dekat.
Masih ada berbagai kendala yang dihadapi pemerintah disetiap negara dalam menciptakan populasi kendaraan listrik yang sempurna.
Distribusi pasokan baterai juga belum merata
Satu diantaranya terkait bahan baku produksi baterai dan rantai pasokan distribusinya.
"Tentu saja, kendala sumber daya mungkin bisa teratasi dengan temuan bahan baku untuk pembuat baterai. Namun dalam waktu dekat, pasokan bahan mentah pembuat baterai itu mungkin belum bisa terdistribusi dengan merata," katanya.
Belum lagi ia menyoroti soal jaringan titik pengisian daya listrik baterai yang wajib tersebar secara merata seperti halnya SPBU untuk mobil bensin dan diesel.
"Tapi sepertinya itu akan memakan waktu satu dekade lagi, bukan sekarang," tukas Platt.
Meskipun mengkritik, tetapi Platt juga memberikan saran untuk peralihan konsumsi bahan bakar terbarukan bagi setiap kendaraan di dunia.
Menurutnya, mobil hybrid adalah pilihan terbaik saat ini jika hanya mengejar tujuan kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Dengan penggunaan mesin hybrid, maka mesin bensin atau diesel bisa tetap bekerja, namun dikombinasikan motor electric yang pada akhirnya menekan konsumsi bahan bakar jauh lebih efisien.
Selain itu, peralihan untuk menciptakan kendaraan berbahan bakar hidrogen juga wajib dipertimbangkan, bahkan Toyota juga mengembangkan mobil hidrogen ini untuk balap.
Toyota sarankan pakai bahan bakar hidrogen
Walau masih pakai mesin bukan baterai listrik, tapi bahan bakar hidrogen ini, kata Platt, sama sekali tidak menghasilkan emisi yang selalu jadi kambing hitam bagi mesin bakar internal (ICE).
Sayangnya apa yang disarankan oleh Platt mendapat bantahan dari Thomas Schaefer, Chief Executive Volkswagen.
Ia menyebut mesin bensin atau diesel sudah ketinggalan zaman sehingga tak pantas lagi dikembangkan meskipun bisa dikombinasikan dengan motor listrik.
Schaefer mengungkapkan, pemakaian bahan bakar sintetik adalah satu-satunya solusi selain tujuan utama beralih untuk pemakaian kendaraan listrik murni.
Karenanya, Porsche sebagai bagian dari Volkswagen Group terus melanjutkan penelitiannya untuk pengembangan bahan bakar sintetik.
Kondisi di Indonesia
Untuk pasar Indonesia sendiri, populasi mobil listrik memang belum sebanyak kendaraan ICE.
Namun peralihan masyarakat kepada pemakaian EV semakin meningkat dalam setahun belakangan.
Pemicunya adalah harga mobil listrik yang memiliki rentang cukup lebar, mulai dari Rp200 jutaan hingga lebih dari Rp1 miliar pun ada.
Wuling Air ev, salah satu yang membuat populasi EV di Indonesia meningkat
Belum lagi ada beberapa kebijakan istimewa yang diberikan pemerintah RI, termasuk subsidi PPN 10% untuk pembelian EV murni.
Sehingga sebagian besar golongan masyarakat bisa menikmati kendaraan tanpa bahan bakar ini.
Namun benar apa yang dikatakan Gill Platt, jaringan Stasiun Pengisan Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) masih terbatas, terutama di wilayah bukan kota besar.
Kondisi ini membuat masih banyak orang ragu-ragu menggunakan EV dan saat harus mengisi ulang daya listrik baterai kendaraannya.
Menggeluti bidang jurnalistik otomotif sejak 2009 selaras dengan hobinya dalam memodifikasi mobil. Apalagi karakteristik yang berbeda dari setiap kendaraan yang dibuat oleh masing-masing pabrikan, terus menumbuhkan minatnya di dunia otomotif hingga saat ini.