Kepolisian terus menggelar razia knalpot brong khususnya pada sepeda motor, karena mengeluarkan suara bising dan mengganggu.
Bahkan karena suara knalpot yang menggelegar dan cempreng, tak sedikit sumpah serapah dilontarkan warga, serta pertikaian dan berujung perkelahian semakin terjadi.
Hanya saja, maraknya razia yang dilakukan polisi untuk menertibkan knalpot brong yang dinilai berisik, mendapat keluhan dari Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI).
Berdasarkan situs resmi Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), AKSI merasa dirugikan karena penjualannya anjlok hingga 70 persen.
Hal ini mengakibatkan penghentian produksi hingga terpaksa merumahkan tenaga kerja.
Ketua AKSI Asep Hendro, menyatakan penjualan knalpotnya dan juga produsen anggoota AKSI lainnya anjlok drastis.
"Kalau dalam waktu 2-3 bulan ini tidak ada tindak lanjut, usaha kami bisa gulung tikar. Dari 20 anggota kami saja sudah mempekerjakan 15.000 orang, jadi mereka sangat perlu untuk dilindungi," kata Asep.
Menurut Asep, ada kesalahan persepsi orang terkait knalpot brong, sehingga kepolisian bisa salah dalam melakukan penilangan.
Selain razia, maraknya knalpot palsu juga memicu penurunan penjualan produknya.
Baca juga: Tak Pandang Bulu, Viral Polsek Cimahi Razia Moge Pakai Knalpot Brong
Maka dari itu, Asep berharap adanya langkah pemerintah melindungi pelaku usaha dengan menerbitkan regulasi yang tepat.
Jika regulasi itu bisa segera terwujud, maka ribuan tenaga kerja di sektor ini tidak terancam PHK.
Beruntung KemenKopUKM sudah membantu AKSI yang merupakan UMKM, untuk mengkomunikasikan dengan stakeholder terkait.
"Dengan tidak adanya aturan baru itu akan sangat berat bagi kami. Mudah-mudahan secepatnya dalam beberapa bulan ini bisa terealisasi (aturan barunya)," kata Asep.
Di sisi lain produsen knalpot tersebut tetap terlindungi sehingga ribuan tenaga kerja tetap bisa punya mata pencaharian.
Bagi para pelaku usaha knalpot, pembahasan yang melibatkan stakeholder lintas sektoral terkait regulasi yang mengatur tentang knalpot ini bisa tuntas secepatnya.
Dengan begitu UMKM atau industri yang memproduksi knalpot mendapat jaminan kepastian aturan dari pemerintah.
Baca juga: Viral Pengeroyokan Gara-Gara Knalpot 'Brong', Cek Lagi Regulasi Batas Kebisingannya
Keluhan para pengusaha knalpot ini direspon langsung Deputi Bidang UKM KemenKopUKM, Hanung Harimba Rachman, yang menerima kedatangan perwakilan AKSI pada hari Jumat (23/2/2024).
"Produsen yang memproduksi knalpot aftermarket itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai ambang batas, emisi, dan lainnya," ujar Hanung.
Maka dari itu, Hanung tak menampik, AKSI mendatangi kantornya untuk mengusulkan mereview regulasi yang mengatur tingkat kebisingan produk knalpot.
"Kita akan cari jalan keluar supaya aparat mudah memahami mana yang knalpot brong dan mana knalpot yang sesuai ketentuan," ujar Hanung.
Baca juga: Mengenal Ragam Fungsi dan Perawatan Knalpot, Dari Peredam Panas Sampai Penurun Emisi
Dengan mereview regulasi yang sudah ada diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan.
Sehingga aparat kepolisian yang bertugas dapat membedakan knalpot standar produksi UMKM dan knalpot brong dalam melakukan penindakan.
"Tugas utama pemerintah yang paling penting adalah membuat regulasi yang tepat dan benar, nah itu yang akan kita lakukan," kata Hanung.
"Kami akan melihat regulasinya agar dapat dilakukan penyempurnaan sehingga dalam pelaksanaan semakin mempermudah semua termasuk oleh aparat hukum," tambahnya.
Disebutkan, penggunaan knalpot brong bukan hanya karena ada pabrikan yang menggarap pembuangan mesin.
Hanung berpendapat, penggunaan knalpot produksi UMKM telah memenuhi standar yang telah ditentukan, akan tetapi sering disalahkan.
Bahkan tak sedikit yang menyebutkan, bahwa knalpot aftermarket yang saat ini beredar di jalanan sering disamakan knalpot tidak standar.
Bagi AKSI, knalpot buatan pabrikan lokal ini sebenarnya sudah memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56/2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor.
Namun bagi sebagian pihak, pengguna knalpot produksi UMKM yang dianggap telah memenuhi standar kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban.
Bahkan tak sedikit yang tidak mengetahui antara knalpot brong yang tidak standar dengan produk UMKM.
Oleh karena itu, pengusaha knalpot menginginkan perlu adanya sertifikasi teknis dan SNI untuk knalpot aftermarket.
Sebagai perbandingan, Filipina telah mengumumkan perubahan standar nasional untuk knalpot motor melalui Undang-Undang Muffler tahun 2022, yang merekomendasikan batas suara sebesar 99 desibel (dB).
Jadi seharusnya di Indonesia pun bisa.