Motor jenis fuel injection bisa dikatakan lebih rumit tapi dapat menghasilkan konsumsi bahan bakar lebih efisien.
Dan punya tenaga lebih baik dibandingkan motor jenis karburator, salah satunya karena dilengkapi dengan ECU.
ECU atau Engine Control Unit merupakan otak dari motor fuel injection, tugasnya membaca seluruh sensor-sensor yang ada pada motor, kemudian memerintahkan sesuai dengan program yang sudah diatur.
Semakin banyak sensor yang disematkan pada motor, maka semakin baik pula performa motor karena tiap parameternya bisa terbaca dengan akurat.
Tapi di sisi lain, ECU ini jadi salah satu ganjalan bagi mereka yang senang upgrade sektor mesin.
Baca juga: Debut Publik, Honda Pajang ICON e: dan CUV e: di IMOS 2024
Pasalnya untuk mengubah debit bensin dan pengapian jadi lebih rumit ketika dibandingkan dengan motor karburator, yang hanya cukup mengganti pilot jet atau main jet saja.
Untuk hal itu terdapat beberapa opsi untuk dapat mengubah setingan seperti debit bensin agar mesin yang sudah di-upgrade.
Seperti penggantian ECU original menggunakan ECU aftermarket atau ECU standalone dan juga penggunaan Piggyback.
Lantas apa beda keduanya dan apa manfaatnya?
Yang pertama bisa memasang piggyback, ini sebenarnya bukan barang baru karena sudah lebih dulu hadir sejak era mobil injeksi, namun di motor tentu jadi hal baru.
Baca juga: Pemerintah: IMOS 2024 Diharapkan Beri Kontribusi Positif untuk Industri Otomotif RI
“Piggyback hanya memanipulasi perintah ECU saat menyemprotkan bahan bakar, sehingga kita bisa mengatur besar kecilnya semprotan injektor sesuai dengan keinginan,” ujar Ryan Fasha dari Duta Motorsport.
Karena tugasnya hanya memanipulasi, jadi penggunaan piggyback ini tetap dibarengi dengan ECU original.
Harga dari piggyback ini cukup beragam, bahkan ada yang di bawah Rp 1 jutaan tapi dengan fitur yang terbilang sederhana dan kurang detail.
Umumnya seting bahan bakar pada piggyback terbagi menjadi rpm low, middle, dan high saja.
Baca juga: Fakta Vespa LX 125 Terbaru yang Dijual Mulai Rp 45 Jutaan
Tapi ada juga piggyback yang punya setingan lengkap dengan jarak rpm rapat, bahkan bisa juga mengatur limiter serta kurva pengapian.
Contohnya seperti Power Commander dari Dynojet asal Amerika, namun harganya bisa tembus Rp 6 jutaan, wow!
Karena menggantikan ECU bawaan, membuat ECU standalone memiliki fitur yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan piggyback.
Karena semua parameter langsung dibaca oleh ECU, sehingga banyak sekali hal yang bisa diubah untuk ini, pastinya sangat berguna bagi mereka yang sudah upgrade mesin motor injeksinya.
ECU standalone itu menggantikan peran ECU standar, jadi lebih bebas mengatur debit bahan bakar, titik pengapian, injector timing sampai membuka limiter putaran mesin.
"Sehingga bisa jauh lebih tinggi dari standar bawaan pabrikan. Bisa dibilang penggunaan ECU Standalone bisa kita custom sesuai dengan keinginan dan maunya mesin,” tambah Ryan.
Baca juga: Cara Federal Oil Membuat Mekanik dan Bengkel Semakin Berkualitas
Secara efektivitas jelas kalau ECU standalone ini lebih unggul karena banyak sekali variabel yang bisa diubah, jika dibandingkan dengan piggyback.
Namun tentu saja secara harganya akan jauh lebih tinggi, yang paling terjangkau ada ECU BRT atau Bintang Racing Team yang dijual mulai di angka Rp 1 jutaan.
Tapi kalau mau lebih advanced bisa tengok ECU aRacer asal Taiwan, ECU ini sudah teruji di banyak kejuaraan balap sehingga kualitasnya cukup terjamin.
Jadi bajetnya cocok buat ECU standalone atau piggyback aja nih?