Sunmori atau singkatan dari sunday morning ride menjadi kebiasaan baru para pecinta otomotif di Indonesia. Sunmori biasa dilakukan pada pagi hari di akhir pekan maupun hari libur lainnya. Biasanya bergerombol secara kelompok, lalu kumpul di satu titik tertentu kemudian berpindah ke lokasi lain dengan secara konvoi.
Kegiatan tersebut berlaku untuk pengendara motor atau pengemudi mobil. Tapi kebanyakan dan sering dilakukan oleh pemotor. Tak terbatas jenis motornya dari kubikasi mesin kecil hingga besar, latar belakang pengendaranya, hingga ragam komunitasnya.
Namun sayangnya aktivitas riding yang harusnya menikmati perjalanan bersama sambil memupuk rasa persaudaraan sesama pengguna jalan itu, sunmori justru kerap berujung petaka. Terakhir terjadi tabrakan yang melibatkan dua motor berupa Honda BeAT dan Kawasaki ER-6N di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan akhir pekan lalu. Akibatnya pengendara Honda BeAT tutup usia di tempat, usai ditabrak pengendara motor Kawasaki dari belakang.
Baca juga: Cocok Buat Sunmori, Harga Suzuki GSX-R150 Bekas lagi Terjun Bebas!
Sebelumnya pada awal tahun terjadi kejadian serupa di Sumedang. Aksi sunmori oleh sejumlah pemotor mengakibatkan korban jiwa seorang kakek berumur 75 tahun. Usut punya usut disebabkan tabrak lari, karena ulah gaya berkendara yang tidak mengedepankan aspek keselamatan di jalan.
Kegiatan sunmori berujung tragedi lainnya pada April dan Mei 2020 lalu. Ketika kebijakan pembatasan mobilitas berlangsung, jalanan yang lowong malah dijadikan aksi kebut-kebutan oleh pengemudi mobil. Kejadiannya di ruas tol Jagorawi. Karena hilang kendali ketika memacu mobil dengan kecepatan tinggi, nyawa jadi taruhannya. Salah satu kecelakaan melibatkan Wakil Jaksa Agung Arminsyah yang mengemudikan Nissan GT-R R35 meninggal dunia.
Merespons hal ini, Praktisi Keselamatan Berkendara yang juga pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama kurangnya pemahaman cara riding yang dibenarkan, sehingga kerap mengabaikan peraturan lalu lintas dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Kedua, aktivitas yang dilakukan bergerombol tersebut memicu eksklusivitas. Makanya tak sedikit terjadi konflik horizontal antar sesama pengguna jalan individu dengan kelompok, atau antar kelompok. "Kondisi itu akhirnya menimbulkan arogansi, ada juga yang kerap meminta hak lebih didahulukan karena merasa lebih superior," katanya saat dihubungi.
Hal itu kemudian menjadi muara dari penyebab terjadinya kecelakaan di jalan. Aksi arogansi peserta sunmori banyak macamnya, ada yang geber-geber gas, menemukan jalan lurus yang sepi kemudian langsung memacu motornya dengan kecepatan tinggi, sampai balapan adu cepat dari titik berhenti lampu merah di persimpangan jalan.
Baca juga: Belajar Dari Kasus Moge Vs Honda BeAT di Bintaro, Bahayanya Potong Jalur dan Ngebut di Dalam Kota
Menurut Jusri semua hal tadi mencerminkan kurangnya empati dan edukasi para pengendara di Indonesia. Secara teknis berkendara sudah mumpuni, namun mengenai soft skill pengendaranya masih minim. Sederhananya cuma memahami cara buka gas dan rem tanpa diimbangi pengetahuan berperilaku yang benar ketika di jalan.
"Ketika berada di jalan bukan soal keselamatan, tetapi juga empati kepada semua pengguna jalan. Ingat jalan raya adalah ruang publik ada dasar hukumnya, semua memiliki kepentingan, semua harus menghormati sesama penggunanya. Kalau mau kebut-kebutan bukan di jalan raya, tinggal cari sirkuit, di sana enak kosong tanpa halangan orang nyeberang dan sebagainya," tambahnya.
Tambah Jusri agar aktivitas sunmori atau riding secara berkelompok berjalan lancar, salah satu opsi terbaiknya bisa meminta pengawalan dari kepolisian. Sebab tanpa pengawalan, hak dan kewajiban pemotor yang melakukan sunmori dengan pengguna jalan lain sama.
Dengan adanya pengawalan, rombongan bisa mendapatkan hak lebih dan prioritas di jalan karena sudah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ). Bila ingat, ada tujuh kendaraan yang mendapat hak utama yang diprioritaskan di jalan, termasuk konvoi kendaraan, mencakup:
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang melaksanakan tugas
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
3. Kendaraan pimpinan dan lembaga negara Republik Indonesia termasuk Presiden RI
4. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing
5. Kendaraan lembaga internasional yang menjadi tamu negara
6. Iring-iringan pengantar jenazah
7. Konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian.
"Polisi memiliki diskresi yang sudah diatur undang-undang, termasuk pengawalan dan rekayasa lalu lintas ketika konvoi tetap menjaga kelancaran lalu lintas," ujarnya.
Baca juga: Selama PPKM Darurat 2021 Dilarang Sunmori, Seluruh Jalan di Jakarta Dijaga Polisi!
Umpama tidak mendapat perizinan pengawalan dari kepolisian, maka kegiatan riding bersama termasuk sunmori harus dilakukan secara bijak. Ketua rombongan atau inisiator harus memberikan instruksi yang jelas ketika di jalan. Mulai dari sebelum, selama, hingga mengakhiri perjalanan. Ini dilakukan untuk menyamakan persepsi peserta sunmori, arahannya juga wajib menghindari tindakan arogansi di jalan.
Jusri menjelaskan panduannya sudah dibeberkan oleh Ikatan Motor Indonesia (IMI). "Itu harus menjadi pengetahuan yang wajib dipahami komunitas atau siapapun yang memiliki keterlibatan dalam konvoi," jelasnya.
Tata cara berkendara secara berkelompok oleh IMI dijelaskan Ketua Dewan Pembina IMI, Bambang Soesatyo untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong kesadaran sebagai sesama pengguna jalan. "Berkendara berkelompok mesti diatur, karena menyangkut keselamatan jiwa lingkungan dan masyarakat yang dilalui, agar tindak tanduk kita dalam berkendara akan jauh lebih baik di kemudian hari," ujarnya saat peresmian panduan tata cara touring oleh IMI melalui siaran Youtube.
Baca juga: Jangan Maksa Pakai Jalan Tikus Buat Hindari Macet Saat PPKM Darurat 2021, Malah Lebih Ribet!
Modal yang diperlukan untuk berkendara secara berkelompok butuh sedikitnya pengurus maupun pimpinan perjalanan. Tugasnya memberikan komando kepada peserta. Kemudian semua yang berpartisipasi wajib mengikuti aturan lalu lintas yang berlaku, menghormati pengguna jalan lain, serta berbagi jalan.
Sehingga tujuan akhirnya bisa menimbulkan budaya berkendara yang tertib, taat hukum, kelompok berkendara yang bisa berbaur dengan masyarakat, serta menghindari terjadinya kecelakaan dan kesalahpahaman.