Ada rumor yang berkembang di masyarakat untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar minyak atau BBM secara instan, bisa pakai kapur barus.
Kapur barus atau juga sering disebut kamper sejatinya adalah produk wewangian yang kerap dipakai untuk lemari pakaian atau kamar mandi.
Penggunaan kapur barus untuk naikkan oktan bensin caranya bukan dicemplungkan ke dalam tangki, melainkan diselipkan di sela-sela filter udara motor.
Metode tersebut dipercaya bisa memacu peningkatan performa mesin, juga membuat tarikan lebih bertenaga seperti menggunakan BBM yang oktannya tinggi.
Ini karena kapur barus yang kena hawa panas lama-lama menyublim (perubahan dari zat padat ke gas).
Kemudian uapnya bercampur dengan udara yang dibutuhkan bensin agar terjadi pembakaran di dalam mesin.
Baca Juga: Masih Ingat Honda Kirana? Dulu Tak Laku, Sekarang Harganya Sampai Rp 94 Jutaan!
Sebab kapur barus memiliki kandungan napthalene yang bisa menambah angka oktan.
Makin tinggi angka oktannya, maka makin rendah kemungkinan BBM menyebabkan terjadi knocking atau ngelitik karena pembakaran prematur.
Gejala ngelitik ini terjadi pada kondisi di mana campuran bahan bakar dan udara yang masuk ke mesin, terbakar lebih dulu sebelum ada percikan api dari busi.
Jadi sederhananya ini adalah sebagai cara ekonomis mendapatkan bahan bakar oktan tinggi tanpa mengeluarkan kocek lebih untuk beli Pertamax, Pertamax Turbo, atau sejenisnya.
Cuma bermodalkan bensin oktan 90 ditambah kapur barus, diyakini bisa setara Pertamax dan juga sejenisnya.
Penambahan kapur barus untuk menaikkan angka oktan BBM ternyata dimulai sejak lama.
Pada 1920, kebanyakan mesin kendaraan kerap mengalami knocking atau detonasi karena belum ada bahan bakar yang berkualitas tinggi.
Angka oktan yang jadi acuan tingkat kualitas bahan bakar juga belum ditemukan saat itu.
Berdasarkan penelitian, kadar oktan bahan bakar zaman dulu sekitar 40 sampai 60, demikian mengutip Motortrend.
Sampai akhirnya pada 1930 hingga 1940 ditemukan metode pengurangan timbal pada bahan bakar sehingga bisa mengurangi gejala knocking.
Ketika itu nilai oktan bahan bakarnya meningkat menjadi sekitar 60 sampai 80.
Namun kualitas bahan bakar tersebut rupanya belum cukup untuk mencegah mesin ngelitik.
Hingga pada akhirnya ditemukan cara menambahkan senyawa polycyclic aromatic hydrocarbon dalam bentuk naphtalene (kapur barus) ke bahan bakar.
Sayangnya tidak ada literatur yang menjelaskan siapa yang pertama kali menerapkannya.
Baca Juga: Antara Honda ADV 150 atau Yamaha Nmax 155 Bekas, Harga Setara Mau Pilih Mana?
Namun begitu hasil dari percampuran dua zat yang berbeda tadi membuat nilai oktan naik menjadi kisaran 90 ke 92.
Knocking tak lagi dirasakan untuk mesin-mesin mobil zaman itu yang kompresinya cenderung rendah.
Dulu caranya butiran kapur barus harus dicampurkan dulu sebelum masuk ke tangki.
Perbandingannya satu butir kamper untuk 18 liter bahan bakar lalu tunggu sampai larut.
Kemudian setiap tetes bahan bakar yang masuk ke tangki juga harus disaring terlebih dulu untuk menjaga kemurniannya.
Inilah yang pada akhirnya mengilhami jagat otomotif dunia termasuk pengguna mobil ataupun motor, menggunakan kapur barus untuk meningkatkan oktan BBM sampai sekarang.
Baca Juga: Kenalan Sama Jialing SVR 180, Motor Cina Bertampang Kawasaki Z1000 Bermesin 150 Cc
Sejalan dengan pengembangan kualitas bahan bakar untuk kendaraan pada akhir 1950, penggunaan napthalene mulai ditinggalkan.
Sebab kandungan tersebut cenderung mengendap saat bensin mulai menguap, sering kali menyumbat injektor, berdampak buruk pada komponen karet, serta produksi emisi karbon yang lebih besar.
Puncaknya pada 1960 tak ada lagi penggunaan naphtalene karena BBM dengan oktan tinggi sampai bernilai 100 sudah bisa ditemukan secara luas.
Terlebih BBM modern sudah terdiri dari berbagai senyawa hidrokarbon menyerupai naphtalene, maka tak perlu lagi ditambah kapur barus.
Bila dipaksakan efeknya akan timbul gas buang berwarna hitam. Drivetribe mengemukakan bahwa hasilnya pembakaran menjadi tidak efisien.
Banyak asap hitam dan akhirnya mematikan mesin karena partikel kapur barus dan residu yang tidak terbakar menyumbat saluran pembuangan.
Tengok saja bagian dalam ruang mesin yang sejatinya harus bersih malah timbul endapan seperti gula halus basah.
Jadi terbayang bagaimana kinerja mesin misalnya bahan bakarnya harus dicampurkan kapur barus.
Apalagi kapur barus terbaru tak lagi murni menggunakan naphtalene. Ada kapur barus yang mengandung dichlorobenzene.
Kandungan ini apabila tercampur dengan bensin akan menciptakan efek korosi. Komponen mesin bisa rontok dibuatnya.
Efek samping lainnya apabila sampai masuk ke ruang bakar akan terjadi reaksi kimia dan menimbulkan asam klorida.
Jenis kimia ini beracun dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Asam klorida biasa ditemui sebagai cairan pembersih kerak lantai dan sebagainya.
Lebih lanjut bila asam klorida ditambah naphtalene terbakar di ruang mesin, hasilnya adalah gas buang yang beracun.
Manakala terhirup bisa mengganggu peredaran darah di dalam tubuh. Kandungannya juga bersifat karsinogen bisa menyebabkan kanker.
Serta memiliki efek buruk lain terhadap kesehatan manusia maupun binatang, ngeri!
Penggawa bengkel spesialis motor JDM Project, Joddy Ario mengatakan pengguna motor sebaiknya tak perlu lagi mempraktekkan hal tersebut.
Sebab kapur barus yang diletakkan di filter udara kemungkinan besar bisa masuk saluran intake dan menghambat pembakaran.
"Atau yang suka masukkan ke tangki bensin, itu bisa mampat saluran bensinnya karena tidak larut sempurna dan mengendap. Dalam jangka panjang justru merusak bukannya bikin irit," katanya.
Untuk itu agar menginginkan performa motor tetap terjaga, tarikannya enteng, dan bertenaga, selalu gunakan BBM sesuai anjuran.
Mudahnya bisa berpatokan dari nilai perbandingan kompresi, yang biasanya terlampir di buku petunjuk pemakaian motor.
"Ditambah servis yang benar, tune up, dan pakai oli yang sesuai peruntukkan mesin motor. Jadi intinya selama perawatan berkalanya benar dan tepat pasti motor akan selalu berperforma," pungkasnya.
Baca Juga: Punya Rp 17 Juta, Pilih Honda BeAT Baru atau Yamaha Nmax Bekas?
Selain bahaya yang telah dipaparkan tadi, bukan tak mungkin endapan kapur barus membuat motor ngadat.
Terlebih mesin motor modern saat ini sudah menggunakan teknologi injeksi yang sangat presisi.
Semprotan bahan bakar hanya melalui lubang-lubang kecil pada ujung injektor saja.
Tentunya endapan kapur barus bisa dengan mudah menyumbat lubang injektor, yang berefek pada mesin jadi boros dan panas.
Endapan pada intake manifold dan juga katup mesin bukan hal yang tak mungkin terjadi.
Hilangnya kompresi bisa saja terjadi karena kerak karbon dan sisa kapur barus terlepas dan mengganjal katup saat menutup.
Kalau sudah begini harus servis besar dan buka kepala silinder untuk melakukan pembersihan.
Jika saat ini harga bahan bakar oktan tinggi cenderung mahal, sebaiknya tetap dibeli misal oktan 92.
Namun agar lebih hemat bahan bakar dan tetap terasa iritnya, bisa menerapkan teknik berkendara ekonomis.
Pada motor modern sekarang sudah ada penunjuk efisiensi bahan bakar, termasuk pada matic entry level.
Baca juga : Siapin Budget Lebih, Ini Tanda-Tanda Motor Minta Servis besar
Biasanya berupa indikator ECO yang akan menyala jika berkendara efisien, jadi pertahankan terus indikator tersebut selalu menyala.
Untuk motor tipe bebek atau sport, lihat data spesifikasinya, pada putaran berapa torsi maksimal mesin berada.
Maka atur dan pertahankan putaran mesin pada angak torsi maksimal.
Buka tutup gas juga sebaiknya dengan lembut, tidak melakukan gas dan rem secara agresif.
Perhatikan pula tekanan angin ban motor dan selalu rawat motor dengan melakukan servis berkala dan mengganti oli mesin.