Penggunaan sepeda listrik kian menjadi sorotan, karena tak lepas semakin masif dipakai sejumlah kalangan termasuk anak-anak dan orang tua.
Tak heran fenomena perkembangan alat transportasi itu diiringi dengan berbagai fakta yang dianggap berbahaya, karena tak memiliki bekal ilmu lalu lintas.
Bahkan dalam beberapa waktu, terjadi sebuah peristiwa dimana pengendara sepeda listrik termasuk dikendarai anak-anak tewas tertabrak.
Baca juga: Skema Pembelian Motor Listrik Subsidi Diubah, Akan Berlaku Untuk Umum
Hal ini pula yang membuat Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum Budiyanto sangat menyayangkan fenomena ini, yang kini semakin menjamur penggunanya.
"Sepeda listrik menurut hemat saya perlu ada aturan khusus, sehingga jangan ada interpretasi yang berbeda karena dapat berkonsekuensi terhadap masalah-masalah hukum," ungkap Budiyanto kepada Autofun, Selasa (8/8/2023).
Menurut Budiyanto, sejatinya hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 45 Tahun 2020 Tentang Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik.
Baca juga: Agresif, Motor Listrik Yadea Kini Sudah Punya 80 Dealer di Indonesia
Dalam aturan tersebut dijabarkan perihal sepeda listrik, seperti hanya boleh digunakan di jalan khusus atau tertentu atau di trotoar yang memungkinkan, dan tidak boleh dioperasionalkan di jalan umum seperti jalan raya.
Selain itu, penggunanya juga wajib menggunakan helm, dan kecepatannya tidak boleh melebihi 25 Kilometer per jam, serta pengendara atau pengemudinya minimal umur 12 tahun dan mendapatkan pengawasan dari orang tua.
Dari aturan tersebut Budiyanto yang merupakan mantan Kasubdit Penegakkan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya dengan pangkat terakhir AKBP menyatakan, ada yang berpendapat bahwa jika tidak dilengkapi pedal untuk mengayuh dianggap motor listrik.
Baca juga: Kenapa Harga Motor Listrik Yamaha E01 Belum Diumumkan?
"Ada juga yang berpendapat bahwa apabila sepeda listrik kecepatannya sampai 50 kilometer per jam dari aspek keselamatan bisa ditilang dan kendaraan bisa disita," jelas Budiyanto.
Kata Budiyanto, ada baiknya penggunaannya memiliki aturan khusus dalam penggunaannya seperti halnya sepeda kayuh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 45, ayat 1 huruf b mengenai fasilitas lajur sepeda.
Selain itu juga ditunjang dengan pasal 122 ayat 1 huruf c, dimana pengguna tidak bermotor dilarang menggunakan jalur jalan kendaraan bermotor jika telah disediakan jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor.
Meski soal ini ada dalam PM 45 Tahun 2020, namun menurut Budiyanto, sudah seharusnya ada aturan khusus yang mengatur, sehingga dasar hukumnya jelas terutama dalam proses penegakan.
Kata Budi, saat ini sanksi untuk pelanggaran kendaraan tidak bermotor bisa dikenakan pasal 299 UU No 22 Tahun 2009 yang berbunyi:
Setiap orang yang mengendarai kendaraan tidak bermotor yang dengan sengaja berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain, dan/ atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp100 juta.
Selain itu, lanjut Budiyanto, mengacu pada aturan pidana KUHP, pasal 1, dimana suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
"Artinya bahwa perbuatan pidana tidak dapat dipidana sebelum ada aturan yang mengatur," ucapnya.
Maka dari itu, Budiyanto menegaskan, agar ada aturan khusus yang mengatur tentang sepeda listrik, selain PM No 45 tahun 2020.
"Jika mau membuat terobosan bisa saja Sepeda listrik yg mengaspal atau operasional di jalan umum dikenakan pasal 299 UU No 22 tahun 2009, atau diberikan teguran berupa represif non Yustisial atau pelanggaran tipiring berkaitan dengan Ketertiban umum seperti ada pada Perda 8 tahun 2007 tentang ketertiban umum," tutupnya.