Banyak komponen motor yang perlu diperhatikan perawatannya agar performanya tetap terjaga. Salah satunya adalah busi sebagai sumber api bagi ruang bakar mesin. Di mana komponen tersebut memiliki fungsi untuk membakar campuran udara atau bahan bakar serta membantu untuk melepas panas dari ruang pembakaran.
”Busi berperan dalam memaksimalkan pembakaran di dalam ruang bakar, karena itu juga perlu diperhatikan perawatannya sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dengan begitu mendukung performa mesin dan mengoptimalkan penggunaan bahan bakar,” jelas Muslian, Manager Service Main Dealer Yamaha PT Thamrin Brothers.
Karena pentingnya peranti yang berukuran kecil ini, jangan sepelekan beberapa hal dalam merawat serta memilih busi untuk menjaga performa mesin.
Busi terbilang minim perawatan. Tetapi pada penggunaan setiap 2.000–3.000 km busi harus dicek dan dibersihkan, cek karbon dan kerak, lalu dibersihkan insolatornya.
Sedangkan gejala kerusakan busi bisa dilihat dari warna hasil pembakaran di bagian kepalanya. Jika berwarna hitam, hitam pekat atau putih maka kemungkinan terdapat bagian komponen yang sudah mengalami keausan di bagian mesin di dalam ruang bakar. Warna ideal sedikit lebih coklat pada bagian kepala busi.
Baca Juga: Konsumsi Bensin Honda Scoopy Tiba-Tiba Boros? Coba Cek Businya
Indikasi kerusakan busi juga bisa dilihat dari bagian celah antara elektroda dan ground. Pastikan celah diperiksa jangan terlalu renggang. Celah yang melebar atau merapat tersebut diakibatkan oleh komponen busi yang sudah aus. Karena terlalu jauh akan berakibat mesin sulit untuk dinyalakan.
Lebih jauh Diko Oktaviano, Assistant Manager Technical Service & Product Development PT NGK Busi Indonesia menjelaskan jika celah busi yang jauh berpengaruh pada performa motor yang makin menurun. Jangan tunda untuk mengganti busi yang celahnya sudah jauh, karena efeknya sangat negatif. Mulai dari tarikan motor berat, hingga bensin yang boros.
Rekomendasi penggunaan busi setiap 3.000 km perlu diganti sesuai kode busi masing-masing kendaraan. Meski demikian, Diko Oktaviano mengatakan jika usia maksimal busi dapat dipakai hingga kisaran 6.000 km, atau per dua kali ganti oli mesin.
“Usia busi ditentukan berdasarkan km pemakaian, atau kerusakan elektroda. Jadi tidak pengaruh pada waktu pakainya. Tapi saat mencapai 6.000 km celah elektroda dan ground terjadi karena keausan,” katanya.
Dampaknya jika tidak diganti ketika penggunaannya melewati jarak pemakaian tersebut, maka performa motor akan mengalami penurunan dan membuat bensin lebih boros.
Baca Juga: Kawasaki Ninja 250 2021 Lebih Responsif Hanya Ganti Busi, Kok Bisa?
Di pasaran tersedia banyak pilihan busi motor. Namun agar mendapat hasil yang optimal, jangan asal memilihnya. Mulai dari ukuran busi, angka panas busi dan penampilan fisik busi patut diperhatikan. Jangan sampai salah untuk memilih busi, karena harus disesuaikan dengan spesifikasi yang sudah dikeluarkan oleh pabrikan dan di setiap busi memiliki kode.
Salah kaprah terjadi saat pengguna harian memakai busi racing di motornya dengan harapan performanya makin apik. Faktanya busi racing belum tentu cocok dipakai harian. Karena secara penggunaan, busi racing justru tak berefek positif pada motor harian.
Hal ini karena kinerja busi racing diperuntukan pada mesin berperforma tinggi yang kerap menghasilkan suhu panas ekstrem. Sehingga busi baru bekerja optimal saat suhu mesinnya sangat panas.
Sebaliknya, motor harian bekerja dalam suhu yang tidak terlalu panas bagi busi. Sehingga busi racing justru tidak dapat melakukan self cleaning yang berpotensi menumpuk kerak di bagian busi. Ini malah akan membawa masalah mesin jika didiamkan terlalu lama.