Menjelang pergantian tahun, industri otomotif Tanah Air dihantui kekhawatiran akan berlakunya opsen atau pungutan tambahan pajak kendaraan.
Peraturan baru yang akan berlaku sejak awal Januari 2025 itu diprediksi akan menggerus pasar motor nasional.
Dari kalkulasi dan simulasi para pelaku industri roda dua, penurunan penjualan bisa mencapai 20 persen.
Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), Sigit Kumala mengatakan penurunan dipicu oleh naiknya harga sepeda motor baru.
Baca juga : Bikin Mahal, Ini Daftar Pajak yang Pengaruhi Harga Jual Sepeda Motor
Tentunya akibat pemberlakuan pungutan pajak tambahan atau opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang besarnya mencapai 66 persen!
Dalam simulasi perhitungan asosiasi, akan timbul kenaikan harga sepeda motor baru berkisar Rp 800 ribu hingga Rp 2 juta, tergantung jenis sepeda motor barunya.
Kenaikan ini setara dengan kenaikan harga on the road sepeda motor baru sebesar 5 persen hingga 7 persen, atau dua hingga tiga kali lebih besar dari inflasi.
"Konsumen sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor di segmen entry level lebih dari Rp 800 ribu, ucap Sigit.
Sehingga jangan kaget jika nantinya banderol Honda BeAT, Yamaha Gear hingga Suzuki Nex II naik signifikan ya! Sedangkan segmen midhigh kenaikannya bisa sampai Rp 2 juta.
"Inilah yang akan menekan permintaan padahal sepeda motor ini alat transportasi produktif yang paling dibutuhkan masyarakat di tengah daya beli yang sedang melemah," tambahnya.
Keberadaan sepeda motor sebagai sarana transportasi produktif dan efisien bagi masyarakat membuat penjualan sepeda motor masih terus tumbuh meskipun tipis pertumbuhannya.
Baca juga : Imbas PPN 12 Persen dan Opsen Pajak, Harga Motor Bisa Naik Tajam
AISI mencatat pada periode januari hingga November tahun ini, pasar sepeda motor domestik membukukan angka penjualan sebesar 5,9 juta unit atau tumbuh tipis 2,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Fungsi produktif sepeda motor yang menjanjikan efektivitas dan efisiensi bagi kegiatan sehari-hari masyarakat, membuat asosiasi semula optimis pasar motor tahun depan bisa mencapai 6,4 juta unit hingga 6,7 juta unit.
"Namun karena faktor opsen pajak ini, kami khawatir pasar justru akan tertekan hingga 20% tahun depan," kata Sigit lagi.
Terkoreksinya penjualan di pasar domestik tentu akan menimbulkan dampak bergulir yang terjadi di sisi hulu maupun hilir dari industri sepeda motor di Tanah Air.
Penurunan permintaan dari pasar akan memaksa produsen sepeda motor memangkas produksinya sehingga akan berdampak pada permintaan mereka ke industri suku cadang yang berada di rantai bisnisnya.
Baca juga : Keren, Teknisi AHASS Sabet Juara Umum di Kompetisi Asia
Jika dampaknya sangat besar, tidak tertutup kemungkinan akan timbul PHK di industri ini.
Dampak bergulir ini juga sangat potensial terjadi di rantai bisnis industri yang ada di sisi hilir, baik itu yang ada di penjualan maupun layanan purna jual serta juga industri pembiayaan dan asuransi.
Kondisi pasar yang memberatkan konsumen dan pelaku industri ini berpotensi menekan daya saing industri di kancah ekonomi global, terutama di kawasan ASEAN.
Pasalnya, dalam situasi persaingan yang sama, negara tetangga yang tercatat sebagai salah satu pasar otomotif yang sedang tumbuh di ASEAN, justru mempertahankan kebijakan pengurangan PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025.
Sementara itu, Indonesia menambahkan PPN menjadi 12 persen ditambah kenaikan PKB dan BBNKB dan pungutan tambahan pajak atau opsen.
"Jika ini semua diberlakukan dan dipertahankan dalam jangka panjang, kami khawatir daya saing industri kita melemah. Ini kurang positif untuk iklim investasi," tegasnya.