Konversi kendaraan listrik dari mesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE) yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini tengah banyak digalakkan sejumlah pihak.
Tak cuma pihak swasta melalui bengkel spesialis, konversi kendaraan BBM ke listrik ternyata juga jadi perhatian bagi Toyota Indonesia.
Bahkan menurut Toyota, keberadaan konversi-konversi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke BEV (Battery Electric Vehicle) atau kendaraan berbahan bakar energi terbarukan lainnya harus diapresiasi oleh pemerintah, misalnya dengan pemberian subsidi.
Hal tersebut diutarakan Bob Azam, Wakil Direktur Utama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Menurutnya, untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) yang sudah dicanangkan pemerintah tahun 2060, perlu dipertimbangkan banyak hal, bukan cuma menggalang masyarakat untuk mengkonsumsi kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).
"Jadi gini, yang penting sekarang itu adalah soal transisi pemakaian energi," kata dia ketika ditemui di xEV Center Karawang, Jawa Barat, Senin (22/01/2024).
Transisi tersebut, kata Bob, harus menerima berbagai cara terbaik dalam upaya untuk mencapai target NZE secepat mungkin.
Baca juga: Ubah Mercy Boxer Jadi Mobil Listrik, Segini Biaya Konversi yang Dirogoh Captain Vincent
Lebih lanjut Bob menjelaskan, saat ini ada perbedaan pandangan dalam cara mencapai target emisi nol yang sudah dicanangkan oleh pemerintah tersebut.
"Jadi gini saya melihat ada dua pandangan. Satu, net zero emisi adalah bentuk peralihan ke teknologi yang benar-benar tidak menggunakan bahan bakar fosil sama sekali lalu diberi insentif, sementara hybrid tidak dapat insentif karena dia dianggap masih menggunakan fossil fuel," katanya.
Sementara itu pandangan kedua sebut Bob, sebenarnya harus melihat setiap cara dan upaya untuk menggapai emisi nol persen di Indonesia tetapi dengan lebih dulu berusaha mengurangi emisi yang dihasilkan di setiap kendaraan yang ada.
"Yang penting sekarang itu kita turunkan dulu setiap upaya mengurangi penggunaan fossil fuel, dan ini boleh dengan berbagai cara, ini yang dinamakan transisi," katanya.
Kemudian lanjut Bob, segala upaya untuk menekan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan ikut menekan emisi gas buang ini, sudah seharusnya diberi apresiasi oleh pemerintah berupa pemberian insentif.
"Makanya saya sering sekali tegaskan yang penting adalah transisi. Nah, kalau transisi, setiap upaya menurunkan emisi itu harus dapat insentif," tegas Bob.
Baca juga: Kendaraan Mesin Bensin Konversi ke Listrik, STNK dan BPKB Wajib Diubah
Lanjut Bob, penggunaan kendaraan lsitrik tidak bisa dipukul rata untuk setiap daerah di Indonesia, ini lantaran karakter demografis dan juga sumber daya alam serta kebutuhannya berbeda.
Sehingga penggunaan kendaraan dengan energi terbarukan sudah saatnya disesuaikan dengan karakter daerah masing-masing tersebut.
Jangan sampai memaksakan suatu daerah yang belum terdapat infrastruktur kendaraan full listrik, dipaksakan untuk mengkonsumsi BEV.
"Seperti yang saya sampaikan tadi, sumber energi di Indonesia banyak sekali, masing-masing daerah punya sumber energi, terutama biomassa nah kenapa ini juga tidak kita kembangkan," kata dia.
Sumber-sumber energi yang ada di suatu daerah tersebut, akan sangat baik jika di kelola secara terstruktur untuk dijadikan bahan bakar energi terbarukan, sehingga masyarakat lama kelamaan tidak bergantung pada bahan bakar fosil.
"Energi transisinya bisa ke hidrogen, etanol, atau lainnya. Di Thailand aja, kotoran ayam aja bisa jadi hidrogen," sebut Bob.
Langkah-langkah ini menurut Bob, lebih realistik untuk menerima transisi dari kendaraan konvensional ke konversi kendaraan listrik atau kendaraan berbahan bakar energi terbarukan lainnya.
"Ini ebih realistik. Memang bagus kalau kita berpikir idealistik gitu tapi lebih penting ya realistik yang kita bisa kerjakan saat ini," pungkasnya.
Baca juga: Jajal Toyota Kijang Innova Listrik Pertama Kali, Ini Tanggapan Menko Airlangga
Soal konversi kendaraan BBM ke listrik atau bahan bakar terbarukan lainnya juga dilakukan Toyota dalam beberapa tahun belakangan ini.
Misalnya saat pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2022, ketika tepat di hari pertama pameran tersebut debut Innova EV.
Tidak mau disebut world premiere, karena menurut pihak Toyota Indonesia, Innova EV ini adalah bagian dari studi untuk mengkonversi Toyota Kijang Innova Venturer bensin diganti dengan baterai dan motor elektrik.
Toyota Innova bertenaga listrik yang tampil di IIMS 2022 tersebut dibangun menggunakan model Kijang Innova Venturer varian bensin 2.0L.
Secara tampilan Innova listrik terlihat sama dengan Innova Venturer bermesin bakar konvensional.
Bedanya Innova listrik memiliki grill tertutup tanpa kisi-kisi meski secara bentuk masih telihat sama menganut desain trapezoidal.
Dilabur warna putih mutiara pada kulit terluarnya, untuk logo Toyota memakai aksen biru seperti yang biasa dipakai mobil hybrid atau mobil bertenaga listrik.
Lainnya di sektor lampu utama terdapat aksen biru dengan mempertahankan LED projector, dan bumper depan add-on.
Bahkan sepertinya studi mengenai Innova listrik ini terus berlanjut lantaran mobil tersebut beberapa kali tertangkap kemara warganet tengah melaju di jalan raya di sejumlah wilayah di Indonesia, bahkan sudah menggunakan plat nomor resmi untuk kendaraan BEV.
Selanjutnya di pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023, Toyota juga memamerkan Fortuner yang menggunakan bahan bakar etanol 100% (E100).
Tak cuma itu, dipamerkan pula Toyota Corolla Cross Concept tetapi mobil ini diklaim sanggup melaju dengan menggunakan bahan bakar hidrogen murni (H2).
Kedua kendaraan itu merupakan langkah nyata dari pengembangan Flex-Fuel Technology yang dilakukan Toyota, dengan pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan yang lebih fleksibel dalam penggunaan energi alternatif baru dan mempercepat pengurangan emisi karbon.
Etanol sendiri adalah salah satu hidrokarbon rantai pendek yang umum dijadikan sebagai bahan bakar. Akan tetapi, penggunaan etanol sebagai bahan bakar murni sampai saat ini masih terbatas.
Bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi biomassa seperti umbi-umbian, jagung atau tebu, dan dilanjutkan dengan destilasi.
Jenis bioetanol ini dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar.
Pertamina sendiri sebagai satu dari beberapa perusahaan penyedia bahan bakar di Indonesia sudah menggunakan Bioetanol yang berasal dari tebu pada satu produk mereka yaitu Pertamax Green.
Namun pencampuran ini baru sebanyak 5 persen dan pemasan Pertamax Green pun masih terbatas.
Diharapkan oleh Bob, jika Pertamina memperbanyak pemasaran Bioetanol E100 maka bukan tidak mungkin Fortuner dengn bahan bakar terbarukan ini diproduksi massal di Indonesia.
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
{{variantName}}
{{expSellingPriceText}}
{{carMileage}} km
{{registrationYear}} tahun
{{storeState}}